Sabtu, 26 Juni 2010

Tindak Pidana Terhadap Tubuh

BAB I
PENDAHULUAN
Penentuan sebab akibat dalam hukum pidana merupakan hal yang sulit dilakukan karena pada dasarnya KUHP tidak mencantumkan petunjuk tentang cara untuk menentukan sebab suatu akibat yang menciptakan suatu delik. KUHP hanya menentukan dalam pasalnya, bahwa untuk delik-delik tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu untuk menjatuhkan pidana terhadap pembuat, misalnya seperti pasal 338 KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa. Bahwa pembunuhan hanya dapat menyebabkan pembuatnya dipidana bilamana seseorang meninggal dunia.
Dari hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya delik atau actus reus hanya ada pada delik yang mensyaratkan adanya akibat tertentu, yaitu:
- Delik Materiel, misalnya Pembunuhan (Pasal 338 KUHP), Penipuan (Pasal 378 KUHP).
- Delik culpa, misalnya karena kelalaian mengakibatkan kematian orang lain (Pasal 359 KUHP), karena lalai menyebabkan luka pada orang lain (Pasal 360 KUHP)
Adapun dalam penganiayaan unsur akibatnya berupa syarat yang memperberat pidana dengan adanya akibat tertentu pada suatu delik atau delik-delik yang dikualifikasikan karena akibatnya, misalnya penganiayaan yag berunsurkan luka berat (Pasal 351) dan matinya orang lain (Pasal 351 pasal 3). Tentang keadaan luka berat dan matinya oranglain inilah yang dapat disebut sebagai keadaan yang secara obyektif memperberat pidana. Artinya dalam keadaan biasa, pelaku sengaja menganiaya orang lain maka sanksi pidananya hanya maksimal dua tahun delapan bulan penjara atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus (Pasal 351 ayat 1 KUHP). Tetapi apabila dalam keadaan yang secara obyektif, maka sanksi pidananya menjadi lebih berat yakni yang mengakibatkan luka-luka berat menjadi paling lama lima tahun penjara (Pasal 351 ayat 2 KUHP) dan yang mengakibatkan matinya orang lain menjadi paling lama tujuh tahun penjara (Pasal 351 ayat 3 KUHP). Sedangkan apabila perbuatan itu dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk membuat luka orang lain, maka sanksi pidananya jatuh lebih berat yakni paling lama delapan tahun penjara (Pasal 354 KUHP), apabila kesengajaan itu dilakukan untuk atau demi kematian orang lain. Namun itu semua tidak lepas dari upaya demi tercapainya efektivitas penjatuhan pidana denda sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan pemidanaan adalah:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna;
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana .


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kejahatan terhadap tubuh dalam KUHP hal ini disebut dengan “penganiayaan” tetapi KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Ilmu pengetahuan (doktrine) mengartikan penganiayaan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.
Pasal 351 mengatakan bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Jelaslah bahwa kata penganiayaan tidak menunjuk pada perbuatan tertentu, misalnya kata mengambil dalam pencurian. Maka dapat dikatakan bahwa kini pun tampak pada perumusan secara material. Akan tetapi, tampak secara jelas apa wujud akibat yang harus disebabkan.
Menurut penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan pasal 351 KUHP dirumuskan antara lain:
a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain, atau
b. Setiap perbuatan yang dilakukan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan orang lain.
Dengan demikian, unsur kesengajaan ini kini terbatas pada wujud tujuan (oogmerk), tidak seperti unsur kesengajaan dari pembunuhan.
Atas dasar unsur kesalahannya, kejahatan terhadap tubuh ada 2 macam, yaitu:
1. Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja. Kejahatan yang dimaksudkan ini diberi kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), dimuat dalam Bab XX buku II, Pasal 351 s/d 358.
2.Kejahatan terhadap tubuh karena kelalaian, dimuat dalam pasal 360 BAB XXI yang dikenal dengan kualifikasi karena lalai menyebabkan orang lain luka.
Kejahatan terhadap tubuh dan terhadap nyawa mempunyai hubungan dekat, yakni adanya keserupaan perbuatan yang sifat dan wujudnya pada umumnya berupa kekerasan fisik. Perbedaan diantaranya adalah akibat yang ditimbulkan oleh perkosaan atas nyawa adalah semata-mata bergantung pada akibat yang timbul setelah terwujudnya perbuatan.
Adapun kejahatan yang wujud akibat perbuatannya berupa luka pada hati (sakit hati,sedih dan merana) tidak termasuk dalam kejahatan terhadap tubuh meski hati termasuk bagian dari tubuh, karena wujud perbuatan dari kejahatan terhadap tubuh menggandung sifat kekerasan pada fisik dan harus menimbulkan rasa sakit tubuh atau luka tubuh. Adapun luka disini diartikan dengan terjadinya perubahan dari tubuh, atau menjadi lain dari rupa semula sebelum perbuatan itu dilakukan, misalnya lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak pada pipi dan lain sebgainya. Maka kejahatan yang wujud akibat perbuatannya berupa luka pada hati tidak termasuk dalam kejahatan terhadap tubuh melainkan masuk dalam hal kejahatan terhadap kehormatan (Pasal 310 - 321).
B. Bentuk Kejahatan Terhadap Tubuh Dengan Sengaja
Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan) dapat di bedakan menjadi 6 macam yakni:
a) Penganiayaan biasa (Gewone Mishandeling) pasal 351
Disebut dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan pasal 351. Suatu rumusan kejahatan yang hanya dikualifikasikan sebagai penganiayaan (mushandeling) saja serta menyebutkan ancaman pidananya tanpa menyebut unsur tingkah laku dan unsur-unsur lainnya seperti kesalahan, melawan hukum atau unsur mengenai obyeknya, mengenai cara melakukannya dan sebagainya. Maka dari itu saja tidak dapat dirinci unsur-unsurnya dan tidak diketahui dengan jelas tentang pengertiannya.
Pada mulanya rancangan dari pasal tersebut diajukan oleh menteri kehakiman Belanda ke parlemen, namun pihak parlemen berkeberatan atas rancangan tersebut karena kabur dan tidak terangnya pengertian (rasa sakit/tubuh) rancangan itu sehingga hanya dirumuskan sebagai penganiayaan (mishandeling) saja.
Menurut bunyi rumusan pasal 351, penganiayaan biasa dapat dibedakan menjadi:
a. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian (ayat 1)
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (ayat 2)
c. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian (ayat 3)
d. Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)

Kejahatan yang diberi kualifikasi sebagai penganiayaan ringan (licbte mishandeling) oleh UU ialah penganiayaan yang dimuat dalam pasal 352, yang rumusannya sebagai berikut:
- Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,-.
- Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahanya.
Batasan penganiayaan ringan adalah penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang:
a. Bukan berupa penganiayaan berencana (353);
b. Bukan penganiayaan yang dilakukan terhadap orang-orang yang memiliki kualitas tertentu pada pasal (356).
Sehingga dapat dikatakan bahwa penganiayaan ringan berbeda dari penganiayaan berencana dan penganiayaan terhadap orang tertentu yang telah diatur dalam pasal 356 begitu juga penganiayaan berat dikarenakan penganiayaan ringan tidak mungkin terjadi pada penganiayaan berat bila dilihat dari sisi akibat yang ditimbulkan oleh kedua penganiayaan tersebut. Tetapi penganiayaan ringan dapat terjadi pada penganiayaan biasa yang tercantum pada pasal 352 ayat 1 dilihat dari bentuk pasal tersebut yang terbagi menjadi:
a) Penganiayaan yang bisa menimbulkan luka.
Dengan maksud luka yang ditimbulkan pada bentuk ini adalah luka yang harus berupa luka ringan (bukan luka berat) yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Maka masuk dalam pengertian penganiayaan ringan (352)
b) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka.
Dengan maksud Penganiayaan yang hanya menimbulkan rasa sakit saja , misalnya menendang pantat seseorang. Karena syarat untuk tidak menimbulkan adalah tidak mendatangkan penyakit fisik dan mengakibatkan terganggunya fungsi dalam organ tubuh manusia. Mendatangkan penyakit (sakit) diartikan sebagai timbulnya gangguan pada fungsi dalam organ tubuh manusia.
c) Penganiayaan Berencana
Disebut penganiayaan berencana dikarenakan adanya unsur perencanaan terlebih dahulu (meer vorbedatche rade) sebelum perbuatan dilakukan,sehingga masuk dalam kategori kesalahan. Penganiayaan tersebut masuk dalam koridor kesalahan karena adanya unsur kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als oogmerk) yang tentunya tiada yang menyangkal bahwa pelaku pantas dipidana dengan kesengajaan semacam ini, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevolg). Karena sebagian besar penulis hukum pidana mengatakan bahwasanya “sengaja ”itu sebagai perbuatan yang berwarna, artinya pembuat undang-undang tidak perlu mengetahui bahwa perbuatan pelanggar itu dilarang oleh undang-undang atau tidak. Jonkers mengatakan bahwasanya “sudah memadai jika pembuat undang-undang dengan sengaja melakukan perbuatan pengabaian (NALATEN) mengenai apa yang oleh undang-undang ditentukan sebagai perbuatan yang dapat dipidana”.Tidak perlu dibuktikan bahwa pelanggar mengetahui perbuatannya dipidana atau pengabaiannya, juga tidak perlu diketahui bahwa perbuatan tersebut dilarang atau tidak bermoral dengan dasar memperhatikan aturan dasar hukum “Tidak ada pidana tanpa kesalahan”(geen straf zonder schuld/kheine ohne schuld)
Penganiayaan berencana telah dirumuskan dalam pasal 353 antara lain:
1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun;
2. Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 7tahun;
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian , yang bersalah dipidana dengan penjara paling lama 9 tahun.
Penganiayaan berencana dibagi menjadi 3 macam yakni:
a. Penganiayaan berencana yang tidak mengakibatkan luka berat atau kematian;
b. Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat;
c. Penganiayaan yang berakibat kematian.
Mengenai hal teersebut Mahkamah Agung mengutarakan pendapat berdasarkan putusan No.717 K/Pid/1984 tgl 20 September 1985 yaitu:
“Tidak diperlukan suatu jangka waktu yang lama, antara saat perencanaan itu timbul dengan saat perbuatan dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari sifat dan cara perbuatan itu dilakukan serta alat-alat yang digunakan untuk melaksanakan perbuatan itu”
d) Penganiayaan Berat
Sebagaimana telah dirumuskan dalam pasal 354:
(a) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dipidana karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun;
(b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.
Adapun unsur-unsur penganiayaan berat :
1. Obyektif :
- Obyeknya : Tubuh orang lain;
- Akibat : Luka.
- Perbuatan : Melukai berat;
2. Subyektif
- Kesalahannya : Kesengajaan (opzettelijk)
Istilah luka berat terdapat dalam KUHP Pasal 90 Yaitu:
1. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan sembuh dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya-maut (levens gevar);
2. Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pencaharian;
3. Kehilangan kemampuan memakai salah satu alat panca indera;
4. Kelumpuhan;
5. Gangguan daya berfikir;
6. Pengguguran kehamilan atau kematian anak .
e) Penganiayaan Berat Berencana
Penganiayan berat berencana dimuat dalam pasal 355, yang rumusannya adalah sebagai berikut:
- Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu , dipidana penjara paling lama 12 tahun;
- Jika perbuatan itu menimbulkan kematian, yang bersalah dipidana paling lama 15 tahun.
- Penganiayaan ini merupakan gabungan dari penaganiayaan berat (354 ayat 1) dengan penganiayaan berencana (353 ayat 1) dengan kata lain penganiayaan berat terjadi dalam penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak atau bersama.

Penganiayaan sebagaimana yang dimuat dalam dalam pasal 356 merupakan penganiayaan terhadap orang-orang berkualitas tertentu atau dengan cara tertentu yang memberatkan. Sifat yang memberatkan pada penganiayaan biasa (351), Penganiayaan berat (354), Penganiayaan berencana (353), dan Penganiayaan Berat Berencana (355) terletak pada 2 hal yaitu:
1. Pada kualitas pribadi korban sebagai:
- Ibunya;
- Bapaknya yang sah;
- Istrinya;
- Anaknya.
2. Pegawai Negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
3. Pada cara melakukan penganiayaan, yakni dengan memberikan bahan untuk dimakan atau diminum yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan.
Bilamana penganiayaan dilakukan terhadap presiden atau wakilnya termasuk dalam kejahatan yang dilakukan terhadap keamanan negara yang termaktub dalam pasal 104 yaitu:
“Makar dengan maksud membeunuuh presiden atau wakil presiden, atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau penjaara seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
f) Turut Serta Dalam Penyerangan dan Perkelahian
Kejahatan yang dimaksud ini adalah kejahatan yang dimuat dalam pasal 358 yang memiliki memiliki unsur:
A. Unsur-unsur obyektif
a. Perbuatan : turut serta;
b. - dalam penyerangan
- dalam perkelahian;
c. Terlibatnya beberapa orang;
d. Menimbulkan akibat: - ada yang luka berat
- ada yang mati
B. Unsur Subyektif: dengan sengaja
• Orang yang dipersalahkan menurut pasal 358 adalah bagi mereka yang dengan sengaja turut serta dalam penyerangan dan perkelahian itu, dan bukan bagi orang yang menyerang atau yang berkelahi, jika penyerangan atau perkelahian itu menimbulkan adanya orang luka berat dan adanya orang mati.
• Persamaan penyerangan dan perkelahian yakni dimana terlibat beberapa orang.
• Perbedaannya ialah, bahwa pada penyerangan, pihak orang yang melakukan penyerangan adalah aktif, sedangkan pihak lainnya yakni yang diserang, yang mempertahankan diri adalah pasif. Inisiatif untuk terjadinya penyerangan ada pada orang yang menyerang. Pihak yang diserang adalah pihak yang perbuatannya berupa perbuatan mempertahankan diri dari serangan. Perbuatan seperti itu tidak dapat disebut sebagai penyerangan maupun perkelahian. Sedangkan perkelahian, kedua belah pihak sama-sama aktif, dan inisiatif dapat timbul dari kedua belah pihak.
Perbuatan turut serta (deelenemen) dalam pasal 358 berbeda dengan turut serta atau pelaku turut serta (medeplegen) dalam pasal 55 (1) sub 1 KUHP, Aadapun perbedaanya adalah:
Pasal 55 Pasal 358
Turut Serta Bagi segala tindak pidana Hanya dalam penyerangan dan perkelahian
Sikap Batin Sama dengan petindak pidana Tidak perlu sama dengan sikap penyerang atau yang berkelahi
Tanggung Jawab Sama dengan petindak pidana Tidak perlu sama dengan petindak pidana


C. Tanggung Jawab Pidana Kejahatan Terhadap Tubuh Yang Dilakukan Dengan Sengaja

NO PENGANIAYAAN PASAL AKIBAT SANKSI
1. Penganiayaan Biasa 351 Tidak luka berat dan mati 2 tahun 8 bulan
Luka berat 5 tahun
Mati 7 tahun
2. Penganiayaan Ringan 352 Tidak menjadi sakit 3 bulan
3. Penganiayaaan Berencana 353 Tidak luka berat atau mati 4 tahun
Luka berat 7 tahun
Mati 9 tahun
4. Penganiayaan Berat 354 Luka berat 8 tahun
Mati 10 tahun
5. Penganiayaan Berat dan Berencana 355 Luka berat 12 tahun
Mati 15 tahun
6. Turut Perkara 358 Luka berat 2 tahun 8 bulan

Khusus bagi tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian, tidak dapat dihindarkan untuk tidak mendakwakan Pasal 338 KUHP bahkan Pasal 340 KUHP karena permasalahan adalah pada unsur “dolus” atau “bentuk sengaja”
D. Bentuk Kejahatan Terhadap Tubuh Dengan Tidak Sengaja
Hanya ada satu ketentuan mengenai kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja, dimuat dalam Pasal 360. Adapun unsur-unsur di dalamnya adalah:
a. Obyektif
- Perbuatan menyebabkan orang lain mendapat luka;
- Luka yang menimbulkan penyakit
- Menimbulkan akibat orang luka-luka berat;
- Halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu.
b. Unsur Subyektif: Kelalaian
Unsur kesalahan dari kejahatan ini adalah unsur culpa atau kelalaian.kealpaan dapat dipandang dari dua sudut yang dapat disebut sebagai syarat adanya kelalaian yakni subyektif dan obyektif. Mengenai sudut subyektif Kelalaian sama dengan kesengajaan, dilihat dari sikap batin pelaku yang terletak dalam 2 hal, yakni:
- Terletak pada ketiadaan pikir sama sekali bahwa dari perbuatan yang ia lakukan dapat menimbulkan akibat terlarang.
- Terletak pada sikap batin yang sudah memikirkan pada akibat.
Bila dilihat dari sudut pandang obyektif maka perbuatan tersebut ditetapkan berdasarkan ukuran apakah perbuatan tersebut baik atau buruk dan wajar atau tidak. Dalam praktik hukum syarat subyektif inilah yang seringkali digunakan dalam menentukan ada dan tidaknya kealpaan. Bilamana syarat obyektif telah terpenuhi maka syarat subyektifpun akan ikut terpenuhi.

E. Tanggung Jawab Pidana Terhadap Kejahatan Yang Menyebabkan Mati Atau Lukanya Orang Karena Tidak Sengaja
Hal ini diatur oleh tiga Pasal KUHP yaitu:
1. Pasal 359 KUHP jika mengakibatkan matinya orang;
2. Pasal 360 KUHP yang terdiri dari dua ayat yakni:
- Ayat 1 jika mengakibatkan luka parah;
- Ayat dua jika mengakibatkan luka.
3. Sedangkan Pasal 361 mengatur akan pemberat hukuman sepertiganya bila dilakukan dalam jabatan atau pekerjaan.
NO AKIBAT SANKSI PASAL
1. Mengakibatkan mati 5 tahun atau 1 tahun penjara 359
2. Luka Berat 5 tahun atau 1 tahun penjara 360 (1)
3. Timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan 9 bulan atau denda Rp.300,00 360 (2)
4. Dilakukan dalam menjalankan jabatan atau pencaharian Pidana ditambah dengan sepertiga dan dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian 361


BAB III
KESIMPULAN

Kejahatan terhadap tubuh dan terhadap nyawa mempunyai hubungan dekat, yakni adanya keserupaan perbuatan yang sifat dan wujudnya pada umumnya berupa kekerasan fisik. Perbedaan diantaranya adalah akibat yang ditimbulkan oleh perkosaan atas adalah semata-mata bergantung pada akibat yang timbul setelah terwujudnya perbuatan.
Adapun dalam penganiayaan unsur akibatnya berupa syarat yang memperberat pidana dengan adanya akibat tertentu pada suatu delik atau delik-delik yang dikualifikasikan karena akibatnya, misalnya penganiayaan yag berunsurkan luka berat


DAFTAR PUSTAKA

- Bemmelen, Van, Ons Strafrecht,Deel 1, Het, Materiele Strafrecht Algemen Deel, (Gronigen: H.D.Tjeenk, Willink)
- Satochid Kartanegara, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, (Balai Lektur Mahasiswa: Tanpa tahun)
- Jonkers, J.E., Handbock van het Ned. Indische Strafrech,tt (Leiden: E.J. Brill, 1946).
- Moeljatno, KUHP, (Jakarta Bumi Aksara, 2003)
- Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000)
- Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama, 2003)
- Suparni, Niniek, Eksisitensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996)
- Hamzah, Andi , Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994)
- Tirtaamidjaja,Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1995)
- Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)

1 komentar:

  1. “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.
    Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui.
    Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
    Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
    Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.”

    Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: “Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
    Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.”
    Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub.

    Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
    Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas.
    TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.
    Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;
    dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh.
    Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki.
    Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat.
    Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.

    BalasHapus