BAB I
PANDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sumber pokok hukum pidana positif di Indonesia. Sebagai sumber pokok maka segala isinya baik dalam buku I mengenai aturan umum maupun buku II dan buku III menganai tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran) menjadi pelajaran yang sangat penting. Dalam makalah ini sedikit banyak akan dijelaskan tentang bentuk dan macam-macam kejahatan terhadap kedudukan Negara, yang tercantum dalam pasal 104 sampai dengan pasal 129, dibentuknya kejahatan ini adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas keselamatan dan keamanan segera dari perbuatan-perbuatan yang mengancam, mengganggu dan merubah kepentingan hukum Negara.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kedudukan Negara?
b. Apa saja yang termasuk dalam kejahatan terhadap kedudukan Negara?
c. Pasal berapa yang mengatur tentang kejahatan ini dan hukuman apa yang diancamkan terhadap para pelakunya?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam perihal tindak pidana kejahatan terhadap kedudukan Negara sehingga dapat membantu para akademisi hokum untuk mengkritisi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam KUHP.
BAB II
PEMBAHASAN
KEJAHATAN TERHADAP KEDUDUKAN NEGARA
A. Pengertian
Pengertian kejahatan terhadap kedudukan negara yang dimaksud dalam KUHP adalah:
Title I Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap keamanan negara
Title II Buku II tentang kajahatan-kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden
Title III Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara-negara asing bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara-negara tersebut.
Title IV Buku II tentang kejahatan-kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan
Title V Buku III tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap keamanan negara
Yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kedudukan Negara adalah berbagai tindak-tindak pidana yang bersifat menggangu kedudukan Negara sebagai suatu kesatuan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat internasional yang terdiri dari berbagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
B. Bentuk-Bentuk Kejahatan Terhadap Kedudukan Negara
1. Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Title I buku II KUHP yang berjudul demikian memuat tindak-tindak pidana yang bersifat menggangu kedudukan Negara. Tindak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan Negara yang berada di tengah-tengah masyarakat internasional adalah sifat penghianatan (vetraad), hal ini merupakan nada bersama dari tindak pidana, terdapat dua macam penghianatan yaitu:
a. Penghianatan intern (hoogverraad) yang ditujukan untuk mengubah struktur kenegaraan atau struktur pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana terhadap kepala Negara, jadi mengenai keamanan intern dari Negara.
b. Penghianatan ekstern (Landverraadd) yang ditujukan untuk membahayakan keamanan Negara terhadap serangan dari luar negeri, jadi mengenai keamanan ekstra dari negara, misalnya hal memberikan pertolongan kepada negara asing yang bermusuhan dengan Negara kita.
Yang termasuk dalam pembahasan title I ini adalah sebagai berikut:
1. Makar terhadap kepala negara
Kata makar (AANSLAG) berarti serangan, tetapi selanjutnya ada penafsiran khusus termuat dalam 87 KUHP yang mengatakan bahwa makar untuk suatu perbuatan sudah ada apabila kehendak sipelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan (BEGIN VAN UITVOERING) dalam arti yang dimaksudkan dalam pasal 53 KUHP. Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum (STRAFBARE POGING) dan membatasi penindakan pidana dalam suatu perbuatan pelaksanaan (UITVOERINGSHANDELING) sehingga tidak dapat dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan perbuatan persiapan (VOORBEREIBING-SHANDELING).
Terdapat tiga macam tindak pidana:
Ke-1: makar yang dilakukan dengan tujuan (OOGMERK) untuk membunuh kepala Negara;
Ke-2: makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kemerdekaan kepala Negara;
Ke-3: makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala Negara tidak dapat menjalankan pemerintahan.
2. Makar untuk memasukan Indonesia di bawah kekuasaan asing
Pasal 106 mengancam dengan hukuman maksimum 20 tahun penjara dengan kemungkinan hukuman mati menurut penetapan presiden no.5 tahun 1959, makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menaklukan wilayah Negara seluruhnya atau sebagian dibawah penguasa asing atau dengan tujuan untuk memisahkan bagian dari wilayah Negara.
Selanjutnya terdapat 2 macam tindak pidana, yaitu:
Ke-1: berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau sebagian menjadi tanah jajahan atau suatu satelit Negara lain;
Ke-2: berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia menjadi Negara merdeka dan berdaulat, terlepas dari pemerintah Indonesia.
3. Makar untuk menggulingkan pemerintah
Tindak pidana ini oleh pasal 107 dirumuskan sebagai: makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah (OMWENTELING), dan diam-diam dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun, sedangkan menurut ayat 2 bagi pemimpin dan pengatur dari tindak pidana ini hukumannya ditinggikan menjadi maksimum penjara seumur hidup atau selama 20 tahun, dengan kemungkinan hukuman mwti menurut penetapan presiden no.5 tahun 1959. Istilah menggulingkan pemerintah ini oleh pasal 88bis ditafsirkan sebagai: menghancurkan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar. Terdapat 2 macam tindak pidana menggulingkan pemerintahan, yaitu:
Ke-1: menghancurkan bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar;
Ke-2: mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar.
4. Pemberontakan (OPSTAND)
Ini adalah nama atau kualifikasi yang oleh pasal 108 diberikan kepada:
a. Melawan kekuasaan yang telah berdiri di Indonesia dengan senjata,
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang berdiri di Indonesia, maju dengan pasukan atau masuk pasukan yang melawan pasukan itu dengan senjata.
Hukumanya adalah maksimum 15 tahun penjara. Hukuman itu dinaikkan sampai hukuman penjara seumur hidup atau selama 20 tahun kalau mengenai pemimpin atau pengatur pemberontakkan ini dengan kemungkinan hukuman mati menurut ketetapan presiden no. 5 tahun 1959.
5. Permufakatan (SAMENSPANNING)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian permufakatan untuk melakukan kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108 yang sudah dibahasa diatas. Permufakatan ini dihukum sama dengan kejahatannya sendiri. Pasal 88 memberikan penafsiran tertentu dari kata permufakatan ini, yaitu permufakatan ada apabila dua orang atau lebih bersama-sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.
6. Penyertaan istimewa (BIJZONDERE DEELNEMING)
Disamping permufakatan ini, ayat 2 pasal 110 menyebutkan 5 macam peraturan yang merupakan penyertaan istimewa pada tindak-tindak pidana dari pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, yaitu juga dihukum dengan hukuman yang sama barang siapa dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan salah satu dari kejahatan-kejahatan tersebut:
Ke-1: mencoba membujuk orang lain supaya ia melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan kejahatan itu, atau supaya ia membantu melakukan kejahatan itu, atau supaya ia memboeri kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-2: mencoba member ia sendiri atau orang lain kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-3: menyimpan untuk tersedia barang-barang yang ia ketahui ditujukan untuk melakukan kejahatan itu, barang-barang tersebut menurut ayat 3 dapat dirampas;
Ke-4: menyiapkan atau memegang rencana-rencana untuk melakukan kejahatan-kejahatan itu, rencana-rencana tersebut ditujukan untuk diberitahukan kepada orang lain;
Ke-5: mencoba mencegah, menghalangi, atau menggagalkan suatu daya upaya pemerintah untuk mencegah atau menumpas pelaksanaan kehendak melakukan kejahatan itu.
7. Mengadakan hubungan dengan Negara asing yang mungkin akan bermusuhan dengan Negara Indonesia
Dengan pasal 111, KUHP mulai menjurus kepada usaha untuk menyelamatkan keamanan ekstern dari Negara, juga dapat dikatakan mulai menjurus kearah memberantas mata-mata yang bekerja untuk kepentingan Negara asing dengan merugikan kepentingan Negara kita. Tindak pidana dari pasal 111 berupa: mengadakan hubungan dengan Negara asing dengan niat:
a. Akan membujuk agar Negara asing itu melakukan permusuhan akan berperang dengan Negara kita; atau
b. Akan memperkuat kenhendak Negara asing untuk berbuat demikian, atau
c. Akan menyanggupkan bantuan dalam hal ini kepada Negara asing itu, atau
d. Akan memberi bantuan dalam hal mempersiapkan hal-hal tersebut diatas.
Mengadakan hubungan dengan Negara asing biasanya berarti: mengadakan perundingan yang didalamnya, baik dari pihak pelaku maupun dari pihak Negara asing, ada usul-usuk tertentu.
8. Mengadakan hubungan dengan Negara asing dengan tujuan agar Negara asing membantu suatu penggulingan pemerintah di Indonesia
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 111bis yang menyebutkan 3 macam tindak pidana:
Ke-1: mengadakan hubungan dengan orang atau badan diluar Indonesia dengan maksud:
a. Membujuknya supaya memberi bantuan untuk menyiapkan, memudahkan, atau mengadakan penggulingan pemerintah, atau
b. Menguatkan kehendak orang atau badan demikian itu, atau
c. Memberi atau sanggup memberi bantuan dalam hal itu, atau
d. Mempersiapkan, memudahkan, mengadakan penggulingan pemerintah;
Ke-2: memasukkan kedalam wilayah Indonesia suatu barang yang dapat dipergunakan untuk membri bantuan kebendaan (STOFFELIJKESTEUN) dalam mempersiapkan, memudahkan, atau mengadakan penggulingan pemerintah, jiak ia tahu atau ada alasan kuat untuk mengira, bahwa barang itu diperuntukkan demikian;
Ke-3: menyimpan atau menjadikan pokok perjanjian suatu barang, seperti tersebut ke-2, dengan mengtahui atau ada alasan kuat untuk mengira seperti diatas, dan lagi, bahwa barang itu atau barang yang digantikan barang itu dimasukkan di Indonesia dengan tujuan tersebut atau diperuntukkan demikian oleh atau untuk seorang atau badan yang bertempat diluar Negara Indonesia.
Tindak pidana ini diancam dengan hukuman maksimum 6 tahun penjara dan dengan dimungkinkan barang-barang tersebut ke-2 dan ke-3 tadi dapat dirampas.
9. Menyiarkan surat-surat rahasia
Pasal 112 mengenai surat-surat rahasia pada umumnya; pasal 113 mengenai surat-surat rahasia khusus, antara lain tentang pertahanan Negara yang disiarkan dengan sengaja; pasal 114 mengenai surat-surat rahasia dari pasal 113 yang disiarkan dengan culpa; pasal 115 mengenai orang yang mengetahui isi surat-surat rahasia yang ia sebenarnya tidak boleh tahu dan kemudian ia memberitahukannya pada orang lain, sedangkan pasal 116 mengenai permufakatan dari 2 orang atau lebih untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.
Hukuman-hukumannya agak ringan, yaitu 7 tahun, 4 tahun, dan 1 tahun penjara bahkan dimungkinkan adanya denda. Hukuman-hukuman ini pada tahun 1940 oleh penguasa militer belanda dinaikkan, tetapi menurut undang-undang no.1 tahun 1946 segala peraturan dari penguasa militer belanda dianggap tidak berlaku. Akan tetapi, dengan adannya penetapan presiden no.5 tahun 1959, ada kemungkinan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila kejahatan-kejahatan itu menghalang-halangi terlaksananya suatu program pemerintah.
10. Kejahatan mengenai bangunan-bangunan pertahanan Negara (VERDEDIGINGSWERKEN)
Kejahatan-kejahatan ini dalam 4 pasal, pasal 117 sampai pasal 120. Pasal 117 melarang mendekati bangunan pertahanan Negara sampai kurang dari 500 meter, memasuki suatu bangunan dari angkatan darat atau angkatan laut atau kapal perang dengan jalan yang tidak biasa, dan memegang gambar foto atau gambar lukisan dari suatu bangunan pertahanan Negara, atau berada di tempat-tempat itu dengan memegang alat-alat foto.
Pasal 118 melarang membuat pengukuran atau gambar dari suatu bangunan yang ada kepentingan militer.
Pasal 119 melarang memberikan tempat penghunian kepada orang lain yang bermaksud mengetahui surat-surat rahasia termaksud dalam pasal 113, atau menyembunyikan suatu barang yang ia ketahui dapat dipergunakan untuk menjalankan maksudnya.
Pasal 120, apabila kejahatan-kejahatn dari pasal-pasal 113, 115, 117, 118, dan 119 dilakukan dengan perbuatan menipu, seperti memberdayakan, menyamarkan diri, memakai nama atau kedudukan palsu, dan sebagainya, maka hukuman-hukuman kedua pasal tersebut maksimum berlipat dua. Hukuamn-hukuman ini pun ringan yaitu 6 bulan penjara atau denda Rp. 300,- (pasal 117), 2 tahun penjara atau denda Rp. 600,- (pasal 118), dan 1 tahun penjara (pasal 119). Hukuman-hukuman ini pada tahun 1940 oleh penguasa militer belanda dinaikkan, tetapi menurut undang-undang no.1 tahun 1946 segala peraturan dari penguasa militer belanda dianggap tidak berlaku. Akan tetapi, dengan adannya penetapan presiden no.5 tahun 1959, ada kemungkinan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila kejahatan-kejahatan itu menghalang-halangi terlaksananya suatu program pemerintah.
11. Merugikan negara dalam perundingan diplomatik
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 121 yang menentukan: barang siapa yang dalam perundingan dengan suatu Negara asing, yang diperintahkan oleh pemerintah, dengan sengaja merugikan Negara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Ini merupakan suatu pengkhianatan diplomatik.
12. Kejahatan yang biasanya dilakukan oleh mata-mata musuh (SPIONASE)
Kejahatan-kejahatan ini termuat dalam pasal-pasal 122, 123, 124, dan 125. Pasal 122 mengenai dua macam tindak pidana dengan hukuman maksimum 7 tahun penjara:
Ke-1: dengan sengaja memperbuat sesuatu yang dapat menjerumuskan Negara kedalam suatu peperangan;
Ke-2: pada waktu Negara sedang berperang dengan Negara lain, dengan sengaja melanggar peraturan dari pemerintah untuk mengamankan Negara.
Pasal 123 mengenai seorang warga Negara Indonesia yang secara sukarela masuk dinas tentara suatu Negara yang sedang atau akan berperang dengan Negara kita diancam dengan hukuman 15 tahun penjara.
Pasal 124 ayat 1 mengenai seseorang yang dalam masa perang sengaja memberikan bantuan kepada Negara musuh atau merugikan Negara kita terhadap Negara musuh. Hukumanya maksimum 15 tahun penjara, menurut ayat 2 dinaikan menjadi hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila si pelaku:
Ke-1: memberi kepada musuh peta, gambar, rencana, dan sebagainya dari bangunan militer, atau keterangan gerak tentara kita;
Ke-2: bekerja sebagai mata-mata dari musuh atau menerima dirumah atau meniling seseorang mata-mata dari musuh.
Menurut ayat 3 hukumannya dinaikan laghi menjadu hukuman mati, apabila si pelaku:
Ke-1: menghianatkan kepada musuh, menyerahkan kepada kekuasaa musuh, membinasakan, merusakan atau menjadikan tidak dapat dipakai suatu tempat penjagaan yang diperkuat atau diduduki, atau gudang atau suatu simpanan makanan atau uang untuk keperluan perang;
Ke-2: menghalang-halangi atau mengagalkan pekerjaan menggenangklan air untuk menagkis atau menyerang musuh atau pekerjaan kemiliteran lain;
Ke-3: mengadakan atau memudahkan pemberontakan atau desersi (melarikan diri) diantara para prajurit.
Permufakatan untuk melakukan tindak-tindak pidana dari pasal 124 dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun. Ini dikatakan oleh pasal 125.
13. Menyembunyikan mata-mata musuh
Pasal 126 menancam dengan hukuman maksimum 7 tahun penjara barang siapa pada waktu Negara kita sedang berperang, tanpa maksud menolong musuh atau merugikan Negara kita:
Ke-1: menerima sebagai pnghuni dirumah atau menyembunyikan atau menolong agar dapat lari seorang mata-mata dari musuh;
Ke-2: mengakibatkan atau memudahkan seorang prajurit dari tentara kita melarikan diri (desersi).
14. Menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan Negara
Oleh pasal 127 diancam dengan hukuman maksimum 12 tahun penjara: menipu atau membiarkan orang lain menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan untuk tentara kita. Dihukum dengan hukuman yang sama apabila kejahatan tersebut dalakukan terhadap Negara-negara yang bersekutu dengan Negara kita dalam peperangan. Ini ditentukan dalam pasal 129.
2. Kejahatan Terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden
Title II buku II KUHP mula-mula memuat sebelas pasal, tetapi oleh undang-undang no.1 tahun 1946 tidak kurang dari enam pasal dicabut karena mengenai keluarga dari raja, yang tidak ada di Indonesia. Maka, yang masih berlaku masih lima pasal yaitu pasal 131, 134, 136bis, 137, dan 139. Selanjutnya juga berlaku penetapan presiden no.5 tahun 1959.
a. Perbuatan menyerang tubuh kepala Negara (FEITELIJKE AANRANDING VAN DE PERSOON).
Pasal 131 mengancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun setiap perbuatan yang menyerang tubuh presiden atau wakil presiden yang tidak masuk ketentuan hokum pidana yang lebih berat.
b. Penghinaan terhadap kepala Negara.
Menurut pasal 134 penghinaan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden dihukum dengan hukuman maksimum 6 tahu penjara atau denda Rp. 300,- selanjutnya tidak dibedakan antara macam-macam penghinaan yang termuat dalam title XVI buku II KUHP seperti menista (semaad) dari pasal 310, atau fitnah (laster) dari pasal 311, atau penghinaan bersahaja (eenvoudige beleediding) dari pasal 315 yang semuanya kalau dilakukan terhadap orang biasa diancam dengan hukuman lebih ringan dari pasal 134.
KUHP memuat pasal 136bis yang tidak ada dalam KUHP belanda yang berbunyi: penghinaan dengan sengaja dari pasal 131 meliputi tiga perbuatan dari pasal 315 (tentang penghinaan bersahaja) jika itu dilakukan diluar hadir pihak yang dihina baik dimuka umum dengan berbagai perbuatan, maupun tidak dimuka umum, tetapi dihadapan lebih dari 4 orang atau dihadapan orang yang kebetulan, tanpa sengaja, ada disitu, dan yang merasa tersentuh rasa hatinya, yaitu dengan perbuatan-perbuatan, secara lisan, atau secara tertulis.
c. Menyiarkan tulisan atau gambar yang mengandung penghinaan terhadap kepala Negara.
Seperti dalam tindak-tindak pidana yang bersifat penghinaan, juga kini oleh pasal 137 diancam dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan atau denda setingi-tinginya Rp. 300,- barang siapa yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan sehingga kelihatan oleh umum, tulisan, atau gambar yang isinya menghina presiden atau wakil presiden, dengan tujuan supaya isinya yang menghina itu diketahui oleh umum.
Menurut ayat 2, apabila si bersalah melakukan tindak pidana ini dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari (beroep) dan belum berselang dua tahun setelah putusan hakim yang menghukumnya karena kejahatan yang sama sudah berkekuatan tetap, maka sipelaku dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
d. Hukuman tambahan
Menurut pasal 139, hukuman tentang pasal 131 dapat ditambah denga pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 no.1 – 4, dan tentang pasal 134 dengan pencabutan hak-hak dari pasal 35 no.1 – 3.
3. Kejahatan Terhadap Negara-Negara Asing Bersahabat dan Terhadap Kepala dan Wakil Negara-Negara Tersebut.
Tiga pasal pertama dari title ini baru pada tahun 1921 ditambahkan dan ternyata tidak ada pada KUHP belanda, yaitu pasal-pasal 139a, 139b, dan 139c.
Pasal 139a memuat tindak pidana berupa makar yang dilakukan dengan maksud untuk melepaskan daerah suatu Negara bersahabat atau tanah jajahan atau daerah lain dari Negara tersebut, baik seluruhnya atau sebagian, dari kekuasaan pemerintah didaerah itu. Hukumannya adalah maksimum hukuman penjara 5 tahun, jadi sangat lebih ringan tindak pidana serupa terhadap Negara kita sendiri, termuat dalam pasal 106.
Pasal 139b memuat tindak pidana berupa makar yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau mengubah secara tidak sah (melanggar hukum) bentuk pemerintahan yang sudah tetap dari suatu Negara sahabat atau dari suatu tanah jajahan atau daerah lain dari Negara itu. Hukumanya maksimum penjara 4 tahun penjara, juga sangat ringan dari tindak pidana serupa terhadap Negara kita sendiri yang termuat dalam pasal 107.
Pasal 139c memuat tindak pidana berupa permufakatan melakukan salah satu dari kejahatan-kejahatan dari pasal 139a dan 139b.hukumannya hanya maksimum 1 tahun 6 bulan penjara.
a. Makar untuk membunuh kepala Negara atau menahan kepala Negara sahabat.
Tindak pidana ini, yang termuat dalam pasal 140, senada dengan pasal 104, hanya kini dilakukan terhadap kepala Negara suatu Negara sahabat. Beratnya hukuman kejahatan ini digantungkan dengan beberapa hal. Menurut ayat 1 hukuman ini maksimum 15 tahun penjara, menurut ayat2 menjadi penjara seumur hidup atau selama 20 tahun apabila berakibat matinya si korban atau apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih dulu, menurut ayat 3 menjadu hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama 20 tahun apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih dulu, apa lagi mengakibatkan matinya korban.
b. Serangan dengan kekerasan dan penghinaan terhadap kepala Negara suatu Negara sahabat.
Kedua tindak pidana ini termuat dalam pasal 141 dan 142 yang senada dengan pasal 131 dan 134 mengenai presiden dan wakil presiden RI. Hukumanya juga tidak begitu berbeda, yaitu dari pasal 141 maksimum 7 tahun penjara dan dari pasal 142 maksimum 5 tahun penjara atau denda Rp. 300,- jadi hanya terpaut 1 tahun saja.
c. Penghinaan terhadap diplomat asing.
Pasal 143 memuat tindak pidana penghinaan dengan sengaja terhadap seorang diplomat yang mewakili suatu Negara asing terhadap pemerintah Indonesia dalam kedudukannya (in zejne hoedanigheid). Hukumanya sama dengan hukuman pada penghinaan seorang kepala Negara sahabat. Yang dapat disebut mewakili Negara asing adalah seorang duta besar atau duta biasa, ataua seorang kuasa usaha, jadi bukan pegawai-pegawai lain dari suatu kedutaan, dan bukan seorang konsul.
d. Menyiarkan tulisan atau ganbar yang isinya menghina kepala Negara asing atau seorang wakil dari Negara tersebut
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 144 yang senada dengan pasal-pasal lain. Hukumannya kurang dari apabila mengenai kepala dari Negara kita sendiri, yaitu maksimum Sembilan bulan penjara atau denda Rp. 300,-.
e. Hukuman tambahan
Pasal 145 memuat hukuman tambahan yang sama dengan pasal 139.
4. Kejahatan Mengenai Kewajiban Kenegaraan dan Hak-hak Kenegaraan (staatsplichten dan staatsrechten)
Judul ini tampaknya amat luas, tetapi nyatanya title IV ini hanya memuat tindak pidana mengenai rapat-rapat dari beberapa lembaga yang susunannya berdasar atas pemilihan umum (pasal 146 dan 147) dan mengenai pemillihan-pemilihan umum itu sendiri (pasal-pasal 148–152).
a. Mengganggu rapat badan Negara
Diatur dalam dua pasal, yaitu pasal 146 dan 147 mengenai rapat-rapat dari suatu badan legislative, eksekutif, atau perwakilan rakyat yang didirikan atau atas nama pemerintah.
Tindak pidana dari pasal 146 berupa membubarkan rapat dengan kekerasan atau memaksakannya akan memberikan atau jangan memberikan suatu keputusan, atau mengusir ketua atau seorang anggota badan-badan tersebut dari suatu rapat. Hukumannya adalah maksimum 9 tahun penjara.
Tindak pidana dari pasal 147 berupa dengan sengaja dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi ketua atau seorang anggota badan-badan tersebut untuk menghadiri rapat badan itu atau akan mengerjakan kewajibannya dengan merdeka dan tidak terganggu. Hukumannya adalah maksimum 2 tahun 8 bulan penjara.
b. Tindak-tindak pidana mengenai pemiliihan umum
Pasal 148 melarang: pada waktu diadakan pemilu, dengan sengaja dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi seseorang yang akan melakukan hak memilih dengan bebas dan tidak terganggu.
Pasal 149 melarang: menyuap dengan pemberian atau janji, seorang pemilih, supaya tidak menjalankan hak pilih atau supaya menjalankannya secara tertentu. Oleh ayat 2 dihukum pula orang yang kena suap. Cara tertentu ini biasanya berupa memilih seseorang yang dicalonkan oleh yang menyyuapp itu.
Pasal 150 melarangg perbuatan tipu-muslihat yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak berharga, atau orang lain dari pada yang dimaksudkan oleh pemilih itu menjjadi terpilih.
Pasal 151 mengenai orang yang turut serta dalam suatu pemilihan umum dengan mengaku dirinya sebagai orang lain.
Pasal 152 mengenai orang yang menggagalkan dengan sengaja suatu pemungutan suara dalam suatu pemilihan umum, atau melakukan suatu perbuatan tipu-muslihat yang menyebabkan hasil pemungutan suara itu menjadi lain dari pada yang seharusnya diperoleh dengan surat-surat suara yang dimaksudkan dengan sah atau dengan suara-suara yang diberikan dengan sah.
Hukuman-hukumannya adalah maksimum masing-masing 4 tahun penjara, 9 bulan penjara atau denda Rp. 300,- Sembilan bulan penjara, satu tahun empat bulan penjara, dan dua bulan penjara.
5. Pelanggaran-Pelanggaran Terhadap Keamanan Negara
Demikianlah judul dari title X buku III KUHP. Title ini yang tidak ada dalam KUHP BELANDA, hanya terdiri atas satu pasal yaitu pasal 570 yang menentukan: Dihukum dengan maksimum tiga bulan kurungan atau denda lima ratus rupiah barang siapa dengan tidak mempunyai kuasa:
1. Memasuki sebuah tempat atau gedung angkatan darat atau angkatan laut atau suatu kapal perang dengan melalui jalan lain dari pada yang biasa. Secara analogi, ketentuan ini dapat diberlakukan bagi angkatan udara dan angkatan kepolisian;
2. Memasuki tanah lapang yang oleh kekuasaan militer ditunjuk sebagai tanah lapang militer, yang terlarang dimasuki;
3. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau membawa potret atau gambar atau keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain tentang tanah lapang atau tempat termaksud dalam sub ke-2 dengan segala yang ada disitu;
4. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, membawa potret, pengukuran lukisan atau uraian atau gambar ataupun keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain tentang suatu perkara kepentingan militer.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengenai kejahatan terhadap kedudukan Negara dalam KUHP diatur dalam buku II dan buku III dengan rincian sebagai berikut:
Title I Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap keamanan Negara;
Title II Buku II tentang kajahatan-kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden;
Title III Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara-negara asing bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara-negara tersebut;
Title IV Buku II tentang kejahatan-kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan;
Title V Buku III tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap keamanan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, cetakan kedua, edisi ketiga, 2008.
Prof. Moeljatno, S.H., KUHP, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan kesembilan belas, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar