Sabtu, 26 Juni 2010

Qishos Dan Diat

BAB I
PENDAHULUAN

Pembunuhan sengaja dalam syariat islam dincam dengan beberapa macam hukuman ,sebagian merupakan hukuman pokok dan pengganti dan sebagian lagi merupakan hukuman tambahan ,hukuman pokok untuk pembunuhan sengaja adalah qishos ,sedangkan penggantinya adalah diat adapun hukuman tambahannya adalah penghapusan hak waris dan hak wasiat
Tapi dalam hal ini kami hanya akan membahas tentang qishos dan diat yang akan dijelaskan dalam makalah ini


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Qishos dalam arti bahasa adalah artinya menelusuri jejak ( تتبع الاثر). Pengertian ini digunakan untuk arti hukuman karena orang yang berhak atas qishos mengikuti dan menelusuri jejak tindak pidana dari pelaku sedangkan menurut istilah qishos adalah مجازاة الجاني بمثل فعله Yang artinya memberikan balasan kepada pelaku sesuai dengan perbuatan nya karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain (membunuh ), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.

B. Dasar Hukum Qishos
Hukuman qishos disyariatkan berdasarkan al-Quran dan hadis dasar hukum yang taerdapat dalam beberapa ayat antara lain surat al-Baqoroh 178,179 dan al-Maidah 45

ولكم في القصاص حياة يأولي الالباب لعلكم تتقون (البقرة: 179)
Artinya ‘dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan)hidup bagimu hai orang yang berakal supaya kamu bertaqwa (Q.S AL-BAQOROH 179)

وعن ابن عباس ر. ض. قال قال رسول الله ص. ع. ومن قتل عمدا فهو قود
‘Dari Ibnu Abbas ra berkata telah bersabda Rosulullah Saw …….dan barang siapa yang dibunuh dengan sengaja maka ia berhak untuk menuntut qishos ..(HR Abu Dawud An-Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang kuat )
Disamping al-Quran dan hadis, para ulama juga sepakat (ijma’) tentang wajibnya qishos untuk tindak pidana pembunuhan sengaja.

C. Syarat-Syarat Qishos
Hukuman qishos tidak dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi
Syarat-syarat tersebut meliputi :
21. Syarat-syarat pelaku (pembunuh )
Menurut Wahbah Zuhaili ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku (pembunuh )untuk bisa diterapkannya dalam hukuman qishos yaitu:
a. pelaku harus orang mukallaf yaitu baligh dan berakal
b. pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
c. pelaku harus orang yang mempunyai kebebasan
2. Syarat-syarat untuk korban (yang dibunuh)
a. Korban harus orang yang ma’shum dan artinya ia (korban) adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara islam
b. Korban bukan bagian dari pelaku artinya antara keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak

D. Pelaksanaan hukuman qishos orang yang berhak menuntut dan memaafkan qishos
Menurut Iman Maliki adalah ahli waris ashobah bi nafsi ,orang yang paling dekat dengan korban itulah yang berhak untuk itu menurut Imam Abu Hanifa, Imam Syafi’i , dan Imam Ahmad itu adalah seluruh ahli waris laki-laki maupun perempuan .
Penuntutan dan pemaafan qishos itu adalah hak korban dan Karena si korban tidak bisa menggunakan haknya, maka ahli waris keseluruhannya menggantikan kedudukannya atas dasar prinsip waris contohnya ahli waris yang telah dewasa harus menuggu balighnya ahli waris yang kecil untuk demikian di musyawarohkan untuk menuntut atau memaafkan qishos karena hak qishos adalah hak bersama.

E. Hapusnya hukuman qishos
Hukuman qishos dapat hapus karena hal-hal berikut :
a. hilangnya tempat untuk diqishos
b. pemaafan
c. perdamaian
d. diwariskan hak qishos
Yang dimaksud dengan hilangnya tempat untuk diqishos adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang mau diqishos sebelum dilaksanakan hukuman qishos.

F. Pengertian Diat
Pengertian diat adalah sebagaimana dikemukakan Sayyid Sabiq adalah sebagai berikut:
الدية هي المال الذي يجب بسبب الجناية وتؤد الي المجنين عليه او وليه

Diat adalah ssejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku karena terjadinya tindak pidana (pembunuan atau penaniayaan )dan diberikan kepada korban atau walinya.
Dari devinisi tersebut jelaslah bahwa diat merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta)yang diserahkan kepada korban apabila ia masih hidup ,atau kepada wali (keluarganya ) apabila ia sudah meninggal bukan kepada pemerintah

G. Dasar Hukum Diat
Dasar Hukum wajibnya diat adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ayat 91
من قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة الي اهله الا ان يصدقوا فان كان من عدو لكم وهو مؤمن فتحرير رقبة مؤمنة وان.....(النساء: 91)
“Dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena bersalah (hendaklah)ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta ia membayar diatnya diserahkan kepada keluarga (si terbunuh itu ) kecuali mereka kelurga terbunuh dari kaum yang memusuhinya padahal ia mu’min , maka…….(Q.S An-Nisa’ 91)

H. Jenis Diat Dan Kadarnya
Para ulama beda pendapat dalam menentukan jenis diat. Menrut Imam Malik .Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dalam qoul qodim, diat dapat dibayar dengan salah satu dari tiga jenis yaitu unta, emas, perak, alasannya sebagai berikut:
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Amr Bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rosulullah Saw menulis surat kepada penduduk Yaman diantaranya surat itu adalah
ان من اعتبط مؤمنا قتلا عن بينة فانه قود الا ان ترضى او لياء المقتول وان في نفس الدية مائة من الابل
“Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang sah dan ada saksi maka ia harus di qishos kecuali apabila keluarga korban merelakan (memaafkan nya )dan sesunguhnya dalam menghilangkan nyawa harus membayar diat berupa seratus ekor unta .
2. dalam lanjutan hadits Amr Ibn Hazm tersebut di atas yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Rosulullah menyatakan
وعلي اهل الذهب الف دينار
“dan untuk keluarga yang memiliki emas diatnya adalah seribu dinar “
Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad ibn Hasan dan Imam Ahmad Ibn Hasan jenis diat itu ada enam (6)
a. unta
b. emas
c. perak
d. sapi
e. kambing
f. pakaian
Menrut Hanabilah, lima jenis pertama merupakan asal diat sedangkan yang ke enam yaitu pakaian bukan asal karena bisa berubah-ubah.
Adapun kadar (ukuran diat) sudah jelas yaitu apabila diatnya unta jumlahnya seratus ekor, sapi dua ratus ekor, kambing dua ribu ekor, uang emas seribu dinar, uang perak 12000 dirham dan pakaian 200 stel


BAB III
PENUTUP

Qishos adalah suatu hukuman yang diberikan akibat suatu perbuatan menghilangkan nyawa orang lain ,sedangkan diat adalah pengganti atau denda yang wajib dilaksanakan oleh pelaku apabila hukuman qishos tersebut hapus karena adanya pemaafan atau perdamaian dari kelurga korban hal ini sesuai dengan surah an-nisa’91dan sekaligus menjadi dasar hokum diwajibkannya diat.


DAFTAR PUSTAKA

Djazuli, A, 2005, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika

Muslch, Ahmad Wardi, 2005, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press

Sabiq, Sayid ,1980, Fiqih As-Sunnah, Juz 2, Beirut: Dar Fikr.

Santoso, Topo, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press.

Pembuktian

BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya orang dalam keadaan bebas untuk menentukan suatu tindakan hukum, akan tetapi sebagai bukti pengabdian hamba kepada tuannya (Al- Khaliq), maka kita diberi batasan- batasan untuk menentukan apa yang kita perbuat supaya bisa bermanfaat kepada orang lain.
Maka dari itu disyariatkanya beberapa hukum Islam bagi penganutnya, misalnya perdata dan pidana, khususnya pdana dalam ruang lingkup yang lebih spesifik lagi yaitu teori pembuktian, yang pada dasarnya sebuah tindak pidana (misalnya pembunuhan), tidak serta merta seseorang bebas menghakimi sendiri atau main hakim sendiri maka dari itu menjawab solusi tersebut, hukum Islam dalam bentuk teori pembuktian di tindak pidana memberika gambaran- gambaran baik dasar hukum, bentuk- bentuk alat pembuktian.
Untuk lebih jelasnya, akan kami terangkan dalam materi pembahasan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pembuktian secara etimologi berasal dari “ Bukti yaitu menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Adapun secara terminologi berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya terdakwa dalam sidang pengadilan.”
Menurut R. Subekti, pembuktian adalah:” Menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil- dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan, jadi pembuktian itu diperlukan dalam masalah persengketaan atau perkara dimuka hakim atau penadilan.”
Sedangkan menurut At – Thahir Muhammad ‘Ad al ‘Aziz dan Sobhi Mahmasoni, yang dimaksud dengan pembuktian adalah:” Mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai kepada batas yang menyakinkan.”yang dimaksud menyakinkan ( Sobhi Mahmasoni) ialah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasr penilitian dan dalil- dalil itu.
B. Dasar Hukum Pembuktian
Dalam pembuktian seseorang harus mempu mengajukan bukti- bukti yang otentik. Keharusannya didasrkan antara lain pada firman Allah SWT. Q. S. Al- Baqarah (2): 282, yang berbunyi:
........... واستشهدوا شهدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجل وإمرأتان ممن ترضون من الشهداء أن تضلَ إحداهما الأخرى ولايأب الشهداء اذا ما دعوا............

“………Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang- orang lelaki diantara kamu jika tak ada dua orang saksi, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi- saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi- saksi itu enggan ( memberi keterangan) apabila mereka dipanggil.”

Perintah untuk membuktiakan ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
عن ابن عباس أنّ النبى صلعم قال: لو يعطى الناس بدعواهم لأدّعى ناس دماء رجال وأموالهم ولكن اليمين على المدّعى عليه.

“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda: Sekiranya diberikan kepada manusia apa saja yang digugatnya, tentulah manusia akan menggugat apa yang dia kehendaki, baik jiwa maupun harta, akan tetapi sumpah itu dihadapkan kepada tergugat.”

Keharusannya ( pembuktian ) terkadang menjadi dilema bagi masyarakat, karena suatu perkara atau sengketa yang seharusnya benar menjadi salah, begitu sebaliknya yang seharusnya salah menjadi benar dalam kebohongan belaka. Maka dari itu Rasulullah mengecam dalam hadisnya bagi seseorang yang berlaku curang, mempunyai kesaksian palsu, pengaduan yang tidak benar, yang berbunyi:
عن زينب بنت أمّ سلمة قالت: قال رسول الله صلعم: إنّما أنا بشر وإنّكم تختصمون إلىّ ولعلّ بعضكم أن يكون الحن بحجته من بعض فأقضى له على نحو ممّا أسمع منه فمن قضيتُ له من حق أخيه شيئا فلا يأخذ منه شيئا فإنّما أقطعُ له قطعة من النار.
“Dari Zainab binti Ummi Salamah, berkata: Rasulullah SAW bersabda saya hanyalah seorang manusia dan kamu sekalian telah menuntut peradilan perkara kepda saya, dan barangkali sebagian diantara kalian lebih pintar dalam berhujjah dari pada yang lain, kemudian saya memberikan putusan peradilan sesuai dengan apa yang saya dengar dari orang itu, maka barang siapa yang menerima keputusan itu dan ternyata masuk kepadanya sebagian dari hak saudaranya maka hendaklah jangan sampai mengambilnya, karena ketika itu saya memberikan kepadanya sepotong dari padanya api neraka.”

C. Jenis - Jenis Alat Bukti
Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai jenis- jenis alat bukti yang dapat digunakan untuk tindak pidana, ada yang mengatakan 7, 9 bahkan ada yang sampai 26 alat bukti dalam tindak pidana. Akan tetapi menurut Jumhur Ulama’ dapat digunakan tiga cara ( alat) pembuktian, yaitu:
1. Pengakuan (الإقرار)
2. Persaksian ( الشهادة)
3. Al- Qasamah(القسامة)
Sedangkan sebagian Fuqaha seperti Ibnu Qayyim menambahkan dengan Al- Qarinah meskipun para Ulama' memperselisihkannya. Meskipun alat bukti yang paling kuat sebenarnya hanya dua, yaitu pengkuan dan persaksian. Akan tetapi apapun bentuknya alat pembuktian tersebut, asalkan bisa memberikan solusi dalam persengketaan pidana pada khususnya dan disertai dalil- dalilnya tidak menjadi masalah.
1) Pengakuan
Ikrar atau pengakuan menurut istilah Fuqaha ialah:” menghabarkan suatu hak bagi orang lain.”
Dasar hukum pengakuan ini, firman Allah SWT Q. S. An- Nisa’ (4): 135, yang berbunyi:
ياأيها الذين أمنوا كونوا قوّامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين........( النساء:١٣٥)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu............”( Q.S. An- Nisa’: 135).

Ayat tersebut diatas bahwa orang yang menjadi saksi dirinya sendiri di tafsirkan dengan pengakuan.
Sumber hukum dari As- Sunnah terdapat didalam hadis Ma’iz yang datang kepada Rasulullah mengakui perbuatannya, beliau juga pernah memerintahkan Unais untuk menanyai istri seorang laki- laki, apabila ia mengaku telah berzina maka rajamlah. Dalam hadis tentang kisah Al- Asif, yaitu:
.......واغد يا أنيس لرجل من أسلم الى إمرأة هذا فإن اعترف فارجمها(متفق عليه)
“…………Dan pergilah kamu Unais untuk memeriksa istrinya laki- laki ini, apabila ia mengaku (berzina), maka rajamlah dia.”( Muttafaq Alaih).

Disamping Al- Qur’an dan Al- Hadis, para Ulama’ sepakat atas keabsahan bukti pengakuan, karena pengakuan merupakan suatu pernyataan yang dapat menghilangkan keraguan. Alasan lain, untuk memperkuat sebuah pengakuan haruslah berakal, tidak dalam pengampuan dan yang terpenting tidak dalam kondisi paksaan.
Pengakuan hanya berlaku untuk orang yang bersangkutan dan tidak berlaku untuk orang lain. Disamping itu, syarat yang lain pengakuannya jelas terperinci, dan pasti. Sehingga tidak menimbulkan multi tafsir.
Kejelasan dan rincian dari pengakuan tersebut berdasrkan pada Sunnah Rasulullah SAW, ketika menginterogasi Ma’iz yang mengaku berzina. Dalam Hadisnya:
لعلك قبلت أو غمزت أو نظرت, قال: لا: يارسول الله ( رواه البخارى)
Barang kali engkau hanya menciumnya, meremasnya, atau hanya memandangnya? Ma’iz menjawab tidak, ya rasulullah. (H. R. Bukhari)

Apabila orang yang tergugat(misalnya) menarik dan mencabut kembali pengakuannya, maka pengakuannya dapat diterima, apabila pengakuannya berhubungan dengan hak Allah karena adanya syubhat, misalnya zina. Akan tetapi apabila ia mengaku membunuh orang atau melukainya, kemudian ia mencabut pengakuannya maka ia tetap dituntut, karena tindakan yang dilakukannya berkaitan dengan hak manusia yang tidak bisa digugurkan kecuali dengan kerelaan pemiliknya.
2) Kesaksian
Kesaksian dalam bahasa Arab dikenal dengan AS- Syahadah, yaitu pernyataan atau pemberitaan yang pasti. Sedangkan menurut syara’ adalah ucapan yang keluar yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau dari pengatahuan yang diperoleh dari orang lain karena beritanya telah beredar.
Dasar hokum persaksian sebagai alat bukti terdapat di dalam A- Qur’an dan AS- Sunnah: Q. S. Ath- Thalaq :2
واشتسهدوا ذوى عدل منكم وأقيموا الشهاده لله (الطلاق:٢)
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hemdaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. (Q. S. Ath- Thalaq: 2)

Sumber dari As- Sunnah antara lain tercantum dalam hadis Amr Ibn Su’aib:
وعن عمرو بن شعيد عن أبيه عن جده أنَ ابن محيصة الأصغر أصبح قتيلا على أبواب خبير فقال رسول الله صلعم أقم شاهدين على من قتله أدفعه إليكم برمَته...........(رواه النسائى)

Dari Amr bin syu’aib dari Ayahnya dari kakeknya, bahwa anaknya Muhaishah yang paling kecil ditemukan terbunuh didepan pintu khaibar maka Rasulullah bersabda: “Ajukanlah 2 orang saksi yang membunuhnya, nanti saya berikan kepadamu tambang untuk mengkhishasnya………………( H. R An- Nasai).

Adapun seseorang yang hendak memberikan kesaksian harus dapat memenuhi syarat- syrat sebagai berikut:
1. Dewasa
2. Berakal
3. Islam
4. Adil
Nashr Farid Washil, menambahkan tidak adanya paksaan. Dan Sayyid Sabiq, menambahkan pula yaitu saksi itu harus memiliki ingatan yang baik dan bebas dari tuduhan negatif.
Penulis dalam masalah saksi hanyalah akan mengemukakan beberapa bentuk saja antara lain:
I. Kesaksian Empat Orang.
Seluruh mazhab menetapkan, bahwa dalam masalah zina diharuskan adanya empat orang saksi, yang telah ditegaskan oleh Al- Qur’an sendiri. Dalam masalah ini jumhur tidak menerima kesaksian wanita. Namun Al Hasan Al Bashri memasukkan tuduhan membunuh dalam masalah ini , bila tidak ada saksi sama- sama tidak diterima.
II. Kesaksian Tiga Orang.
Menurut Imam Ahmad, apabila orang yang sudah terkenal kaya mengaku sudah bangkrut, maka pengakuannya tidak dapat diterima, kecuali jika dibenarkan oleh tiga orang saksi. Ini didasarkan oleh hadis Qabishah bin Mukhariq.
III. Kesaksian Dua Orang Laki- Laki, Tanpa Wanita.
Seluruh mazhab sepakat bahwa masalah selain zina dan pembunuhan, cukuplah dua orang saksi saja. Mereka brpegang kepada ayat 106 Al- Maidah dan Ayat 2 Ath- Thalaq. Nabipun telah menetapkan demikian.
Jumhur fuqaha selaras, pembuktian jarimah badaniyah yang hukumannya qishash harus dengan dua orang saksi laki- laki. Ketentuan ini berlaku baik qishash jiwa maupun bukan jiwa. Kecuali Imam Malik, hanya khusus jiwa saja. Sependapat di atas, menurut Imam Syafi’I dan Ahmad untuk jarimah ta’zir badaniah juga sama, kecuali Imam Hanafi membolehkan satu orang laki- laki dan dua orang wanita namun bila hukumannya jarimah maliah boleh dua orang saksi laki- laki.
IV. Kesaksian Dua Orang Laki- Laki, Atau Seorang Laki- Laki Dua Orang Wanita Ditambah Sumpah.
Seluruh Mazhab menerima kesaksian ini dalam maalah harta. Golongan hanafi menerima kesaksian sperti ini dalam segala urusan perdata baik harta, nikah, maupun talak dan lain- lain. Adapun menurut Al –Auza’I dan Az- Zuhri diterima dalam segala hak hamba dan dalam masalah – masalah pidana, kecuali zina.
Bagi tindak pidana jarimah qishash selain jiwa bisa dengan seorang laki- laki dan sumpahnya korban, disamping jarimah qishash dalam bersamaan dijatuhi hukuman ta’zir. Sedangkan menurut Imam Hanafi jarimah ta’zir bisa digunakan seorang laki- laki dan dua saksi wanita.
Adapun jarimah yang hukumannya maliah, menurut Imam Ahmad atau Imam Syafi’I berlaku seorang laki –laki dan dua oran wanita atau seorang laki- laki dan sumpahnya penuntut (korban). Berbeda dengan mereka, golongan malikiyyah boleh dengan du wanita ditambah sumpahnya penuntut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dapat digunakan seorang laki- laki dan dua orang wanita. Mereka tidak membolehkan seorang laki- laki dengan sumpah atau du wanita dengan sumpah karena dianggap menambah nas dalam Q. S. Al- Baqarah: 282 dan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Al- Baihaqi.
3) Qasamah
a. Pengertian
Qasamah menurut bahasa artinya sumpah. Menurut arti istilah sumpah yang diulang- ulang dalam dakwaan (tuntutan) pembunuhan.
b. Dasar Hukum
Nabi mengakui dan menentapkannya (qasamah) sebagai alt bukti yang sah untuk tidak pidana pembunuhan, hal ini didasrkan hadisnya :
عن أبى سلمة بن عبد الرحمن وسليمن بن يسار عن رجل من أصحاب النَبى ص م من الأنصار, أنَ النَبى ص م أقرَ القسامة على ما كانت عليه في الجاهليَة. (رواه أحمد ومسلم و النسائى)

Dari Abi Salamah bin Abd Ar- Rahman dan Sulaiman bin Yasar dari seorang laki- laki sahabat Nabi SAW kelompok Anshar, bahwa sesungguhnya Nabi SAW menetapkan qasamah (sebagai alata bukti)sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyyah. (H. R. Ahnad, Nuslim, dan Nasa'i).

c. Tujuan
Qasama disyariatkan dalam rangka memelihara jiwa, sehingga dalam keadaan apapun pembunuhan itu harus tetap diselesaikan, dibuktikan, dan ditetapkan hukumannya. Dengan demikian, qasamah merupakan suatu jalan keluar untuk menyelesaikan suatu kasus pembunuhan, di mana tidak terdapat bukti berupa saksi atau pengakuan.
d. Syarat- Syarat Qasamah
 adanya indikasi pembunuhan.
 Jumhur Ulama' selain Hanafiyah mensyaratkan adanya lauts atau petunjuk.
 Keluarga korban mengajukan tuntutannya kepada tersangka.
 Tuntutan keluarga korban tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya.
 Tersangka mengingkari berbuatan pembunuhan tersebut.
 Imam Abu Hanifah mensyaratkan adanya permintaan agar kasus pembunuhan tersebut dibuktikan dengan qasamah.
 Imam Abu Hanifah tempat pembunuhan korban harus ditempat seseorang atau dalam kekuasaan orang, jika tidak (berada ditempat umum)maka tidak wajib qasamah, dan dibayar oleh baitul mal.
Sebagai akibat hukum dilaksanakannya qasamah adalah diwajibkannya diat, ketentuan ini disepakati oleh para Ulama'.

4) Qarinah
Seperti telah dikemukan dalam awal bab ini, qarinah merupakan alat bukti yang diperselisihakan oleh para ulama' untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan. Salah satu contoh qarinah jarimah zina adalah adanya kehamilan dari seorang perempuan yang tidak bersuami. Dalam jarimah Syurbul Khamr(meminum minuman keras), yang dianggap sebagai qarinah, misalnya bau minuman keras dari mulut tersangka.
Pengertian qarinah menurut Wahbah Zuhaili adalah
القرينة هى كل أمارة ظاهرة تقارن شيئا خفيا, فتدل عليه.
Qarinah adalah setiap tanda- tanda yang jelas menyertai sesuatu yang samar, sehingga tanda tersebut menunjukkan kepadanya.

Dari definisi tersebut qarinah dapat terwujud bila dipenuhi 2 hal:
A. Kejelasan dan diketahui yang layak untuk dijadikan dasar dan pegangan.
B. Adanya keterkaitan antara keadaan yang jelas dan yang samar.
Diperselisihkannya qarinah sebagai alt bukti, sebabnya adalah dalam banyak hal qarinah ini bukan petunjuk yang pasti melainkan masih meragukan, karena banyak kemungkinan – kemungkinan yang terjadi. Seperti contoh di atas perempuan yang berzina dimungkinkan masih adanya petunjuk lain, misalnya ia diperkosa. Oelh karena itu, Jumhur Fuqaha membatasi penggunaan qarinah ini dalam kasus- ksus yang ada nashnya, seperti qasamah. Sedangkan Ibnu qayyim memberikan argumentasi, bahwa apabila qarinah tidak digunakan, akanbanyak sekali hak- hak yang hilang dan tercecer, dan ini merupakan suatu kedaliman.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
o Pembuktian secara etimologi berasal dari “ Bukti yaitu menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Adapun secara terminologi berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya terdakwa dalam sidang pengadilan.”
o Dalam pembuktian seseorang harus mampu mengajukan bukti- bukti yang otentik. Keharusannya didasrkan antara lain pada firman Allah SWT. Q. S. Al- Baqarah (2): 282.
o Perintah untuk membuktiakan ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas.
o Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai jenis- jenis alat bukti yang dapat digunakan untuk tindak pidana, ada yang mengatakan 7, 9 bahkan ada yang sampai 26 alat bukti dalam tindak pidana. Akan tetapi menurut Jumhur Ulama’ dapat digunakan tiga cara ( alat) pembuktian, yaitu:
1. Pengakuan (الإقرار)
2. Persaksian ( الشهادة)
3. Al- Qasamah(القسامة)
4. Al- Qarinah (القرينة)
Bentuk pembuktian yang keempat banyak diperselisihkan oleh para Ulama', sedangkan yang menggunakan bukti qarinah ini salah satuynya adalah Ibnu Qayyim.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan hukum Positif, Yogyakarta; PUSTAKA PELAJAR, 2004

Hasbi Ash Shidieqy, Peradilan dan hukum acara Islam , Semarang; Pustaka Rizki putra, 1997

Subekti, Hukum Pembuktian,Jakarta; Pradnya Paramita, 1983

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ,Jakarta; Sinar Grafika, 2005

TA'ZIR

BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya orang dalam keadaan bebas untuk menentukan suatu tindakan hukum, akan tetapi sebagai bukti pengabdian hamba kepada tuannya (Al- Khaliq), maka kita diberi batasan- batasan untuk menentukan apa yang kita perbuat supaya bisa bermanfaat kepada orang lain.
Maka dari itu disyariatkanya beberapa hukum Islam bagi penganutnya, misalnya perdata dan pidana, khususnya pdana dalam ruang lingkup yang lebih spesifik lagi yaitu teori pembuktian, yang pada dasarnya sebuah tindak pidana (misalnya pembunuhan), tidak serta merta seseorang bebas menghakimi sendiri atau main hakim sendiri maka dari itu menjawab solusi tersebut, hukum Islam dalam bentuk teori pembuktian di tindak pidana memberika gambaran- gambaran baik dasar hukum, bentuk- bentuk alat pembuktian.
Untuk lebih jelasnya, akan kami terangkan dalam materi pembahasan.


BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PEMBUKTIAN
A. Pengertian
Pembuktian secara etimologi berasal dari “ Bukti yaitu menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Adapun secara terminologi berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya terdakwa dalam sidang pengadilan.”
Menurut R. Subekti, pembuktian adalah:” Menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil- dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan, jadi pembuktian itu diperlukan dalam masalah persengketaan atau perkara dimuka hakim atau penadilan.”
Sedangkan menurut At – Thahir Muhammad ‘Ad al ‘Aziz dan Sobhi Mahmasoni, yang dimaksud dengan pembuktian adalah:” Mengajukan alasan dan memberikan dalil sampai kepada batas yang menyakinkan.”yang dimaksud menyakinkan ( Sobhi Mahmasoni) ialah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar penilitian dan dalil- dalil itu.
B. Dasar Hukum Pembuktian
Dalam pembuktian seseorang harus mempu mengajukan bukti- bukti yang otentik. Keharusannya didasrkan antara lain pada firman Allah SWT. Q. S. Al- Baqarah (2): 282, yang berbunyi:
........... واستشهدوا شهدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجل وإمرأتان ممن ترضون من الشهداء أن تضلَ إحداهما الأخرى ولايأب الشهداء اذا ما دعوا............

“………Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang- orang lelaki diantara kamu jika tak ada dua orang saksi, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi- saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi- saksi itu enggan ( memberi keterangan) apabila mereka dipanggil.”

Perintah untuk membuktiakan ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
عن ابن عباس أنّ النبى صلعم قال: لو يعطى الناس بدعواهم لأدّعى ناس دماء رجال وأموالهم ولكن اليمين على المدّعى عليه.

“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda: Sekiranya diberikan kepada manusia apa saja yang digugatnya, tentulah manusia akan menggugat apa yang dia kehendaki, baik jiwa maupun harta, akan tetapi sumpah itu dihadapkan kepada tergugat.”

Keharusannya ( pembuktian ) terkadang menjadi dilema bagi masyarakat, karena suatu perkara atau sengketa yang seharusnya benar menjadi salah, begitu sebaliknya yang seharusnya salah menjadi benar dalam kebohongan belaka. Maka dari itu Rasulullah mengecam dalam hadisnya bagi seseorang yang berlaku curang, mempunyai kesaksian palsu, pengaduan yang tidak benar, yang berbunyi:
عن زينب بنت أمّ سلمة قالت: قال رسول الله صلعم: إنّما أنا بشر وإنّكم تختصمون إلىّ ولعلّ بعضكم أن يكون الحن بحجته من بعض فأقضى له على نحو ممّا أسمع منه فمن قضيتُ له من حق أخيه شيئا فلا يأخذ منه شيئا فإنّما أقطعُ له قطعة من النار.
“Dari Zainab binti Ummi Salamah, berkata: Rasulullah SAW bersabda saya hanyalah seorang manusia dan kamu sekalian telah menuntut peradilan perkara kepda saya, dan barangkali sebagian diantara kalian lebih pintar dalam berhujjah dari pada yang lain, kemudian saya memberikan putusan peradilan sesuai dengan apa yang saya dengar dari orang itu, maka barang siapa yang menerima keputusan itu dan ternyata masuk kepadanya sebagian dari hak saudaranya maka hendaklah jangan sampai mengambilnya, karena ketika itu saya memberikan kepadanya sepotong dari padanya api neraka.”

C. Jenis - Jenis Alat Bukti
Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai jenis- jenis alat bukti yang dapat digunakan untuk tindak pidana, ada yang mengatakan 7, 9 bahkan ada yang sampai 26 alat bukti dalam tindak pidana. Akan tetapi menurut Jumhur Ulama’ dapat digunakan tiga cara ( alat) pembuktian, yaitu:
1. Pengakuan (الإقرار)
2. Persaksian ( الشهادة)
3. Al- Qasamah(القسامة)
Sedangkan sebagian Fuqaha seperti Ibnu Qayyim menambahkan dengan Al- Qarinah meskipun para Ulama' memperselisihkannya. Meskipun alat bukti yang paling kuat sebenarnya hanya dua, yaitu pengkuan dan persaksian. Akan tetapi apapun bentuknya alat pembuktian tersebut, asalkan bisa memberikan solusi dalam persengketaan pidana pada khususnya dan disertai dalil- dalilnya tidak menjadi masalah.
1) Pengakuan
Ikrar atau pengakuan menurut istilah Fuqaha ialah:” menghabarkan suatu hak bagi orang lain.”
Dasar hukum pengakuan ini, firman Allah SWT Q. S. An- Nisa’ (4): 135, yang berbunyi:
ياأيها الذين أمنوا كونوا قوّامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو الوالدين والأقربين........( النساء:١٣٥)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu............”( Q.S. An- Nisa’: 135).

Ayat tersebut diatas bahwa orang yang menjadi saksi dirinya sendiri di tafsirkan dengan pengakuan.
Sumber hukum dari As- Sunnah terdapat didalam hadis Ma’iz yang datang kepada Rasulullah mengakui perbuatannya, beliau juga pernah memerintahkan Unais untuk menanyai istri seorang laki- laki, apabila ia mengaku telah berzina maka rajamlah. Dalam hadis tentang kisah Al- Asif, yaitu:
.......واغد يا أنيس لرجل من أسلم الى إمرأة هذا فإن اعترف فارجمها(متفق عليه)
“…………Dan pergilah kamu Unais untuk memeriksa istrinya laki- laki ini, apabila ia mengaku (berzina), maka rajamlah dia.”( Muttafaq Alaih).

Disamping Al- Qur’an dan Al- Hadis, para Ulama’ sepakat atas keabsahan bukti pengakuan, karena pengakuan merupakan suatu pernyataan yang dapat menghilangkan keraguan. Alasan lain, untuk memperkuat sebuah pengakuan haruslah berakal, tidak dalam pengampuan dan yang terpenting tidak dalam kondisi paksaan.
Pengakuan hanya berlaku untuk orang yang bersangkutan dan tidak berlaku untuk orang lain. Disamping itu, syarat yang lain pengakuannya jelas terperinci, dan pasti. Sehingga tidak menimbulkan multi tafsir.
Kejelasan dan rincian dari pengakuan tersebut berdasrkan pada Sunnah Rasulullah SAW, ketika menginterogasi Ma’iz yang mengaku berzina. Dalam Hadisnya:
لعلك قبلت أو غمزت أو نظرت, قال: لا: يارسول الله ( رواه البخارى)
Barang kali engkau hanya menciumnya, meremasnya, atau hanya memandangnya? Ma’iz menjawab tidak, ya rasulullah. (H. R. Bukhari)

Apabila orang yang tergugat(misalnya) menarik dan mencabut kembali pengakuannya, maka pengakuannya dapat diterima, apabila pengakuannya berhubungan dengan hak Allah karena adanya syubhat, misalnya zina. Akan tetapi apabila ia mengaku membunuh orang atau melukainya, kemudian ia mencabut pengakuannya maka ia tetap dituntut, karena tindakan yang dilakukannya berkaitan dengan hak manusia yang tidak bisa digugurkan kecuali dengan kerelaan pemiliknya.
2) Kesaksian
Kesaksian dalam bahasa Arab dikenal dengan AS- Syahadah, yaitu pernyataan atau pemberitaan yang pasti. Sedangkan menurut syara’ adalah ucapan yang keluar yang diperoleh dengan penyaksian langsung atau dari pengatahuan yang diperoleh dari orang lain karena beritanya telah beredar.
Dasar hokum persaksian sebagai alat bukti terdapat di dalam A- Qur’an dan AS- Sunnah: Q. S. Ath- Thalaq :2
واشتسهدوا ذوى عدل منكم وأقيموا الشهاده لله (الطلاق:٢)
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hemdaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. (Q. S. Ath- Thalaq: 2)

Sumber dari As- Sunnah antara lain tercantum dalam hadis Amr Ibn Su’aib:
وعن عمرو بن شعيد عن أبيه عن جده أنَ ابن محيصة الأصغر أصبح قتيلا على أبواب خبير فقال رسول الله صلعم أقم شاهدين على من قتله أدفعه إليكم برمَته...........(رواه النسائى)

Dari Amr bin syu’aib dari Ayahnya dari kakeknya, bahwa anaknya Muhaishah yang paling kecil ditemukan terbunuh didepan pintu khaibar maka Rasulullah bersabda: “Ajukanlah 2 orang saksi yang membunuhnya, nanti saya berikan kepadamu tambang untuk mengkhishasnya………………( H. R An- Nasai).

Adapun seseorang yang hendak memberikan kesaksian harus dapat memenuhi syarat- syrat sebagai berikut:
1. Dewasa
2. Berakal
3. Islam
4. Adil
Nashr Farid Washil, menambahkan tidak adanya paksaan. Dan Sayyid Sabiq, menambahkan pula yaitu saksi itu harus memiliki ingatan yang baik dan bebas dari tuduhan negatif.
Penulis dalam masalah saksi hanyalah akan mengemukakan beberapa bentuk saja antara lain:
I. Kesaksian Empat Orang.
Seluruh mazhab menetapkan, bahwa dalam masalah zina diharuskan adanya empat orang saksi, yang telah ditegaskan oleh Al- Qur’an sendiri. Dalam masalah ini jumhur tidak menerima kesaksian wanita. Namun Al Hasan Al Bashri memasukkan tuduhan membunuh dalam masalah ini , bila tidak ada saksi sama- sama tidak diterima.
II. Kesaksian Tiga Orang.
Menurut Imam Ahmad, apabila orang yang sudah terkenal kaya mengaku sudah bangkrut, maka pengakuannya tidak dapat diterima, kecuali jika dibenarkan oleh tiga orang saksi. Ini didasarkan oleh hadis Qabishah bin Mukhariq.
III. Kesaksian Dua Orang Laki- Laki, Tanpa Wanita.
Seluruh mazhab sepakat bahwa masalah selain zina dan pembunuhan, cukuplah dua orang saksi saja. Mereka brpegang kepada ayat 106 Al- Maidah dan Ayat 2 Ath- Thalaq. Nabipun telah menetapkan demikian.
Jumhur fuqaha selaras, pembuktian jarimah badaniyah yang hukumannya qishash harus dengan dua orang saksi laki- laki. Ketentuan ini berlaku baik qishash jiwa maupun bukan jiwa. Kecuali Imam Malik, hanya khusus jiwa saja. Sependapat di atas, menurut Imam Syafi’I dan Ahmad untuk jarimah ta’zir badaniah juga sama, kecuali Imam Hanafi membolehkan satu orang laki- laki dan dua orang wanita namun bila hukumannya jarimah maliah boleh dua orang saksi laki- laki.
IV. Kesaksian Dua Orang Laki- Laki, Atau Seorang Laki- Laki Dua Orang Wanita Ditambah Sumpah.
Seluruh Mazhab menerima kesaksian ini dalam maalah harta. Golongan hanafi menerima kesaksian sperti ini dalam segala urusan perdata baik harta, nikah, maupun talak dan lain- lain. Adapun menurut Al –Auza’I dan Az- Zuhri diterima dalam segala hak hamba dan dalam masalah – masalah pidana, kecuali zina.
Bagi tindak pidana jarimah qishash selain jiwa bisa dengan seorang laki- laki dan sumpahnya korban, disamping jarimah qishash dalam bersamaan dijatuhi hukuman ta’zir. Sedangkan menurut Imam Hanafi jarimah ta’zir bisa digunakan seorang laki- laki dan dua saksi wanita.
Adapun jarimah yang hukumannya maliah, menurut Imam Ahmad atau Imam Syafi’I berlaku seorang laki –laki dan dua oran wanita atau seorang laki- laki dan sumpahnya penuntut (korban). Berbeda dengan mereka, golongan malikiyyah boleh dengan du wanita ditambah sumpahnya penuntut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dapat digunakan seorang laki- laki dan dua orang wanita. Mereka tidak membolehkan seorang laki- laki dengan sumpah atau du wanita dengan sumpah karena dianggap menambah nas dalam Q. S. Al- Baqarah: 282 dan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Al- Baihaqi.
3) Qasamah
a. Pengertian
Qasamah menurut bahasa artinya sumpah. Menurut arti istilah sumpah yang diulang- ulang dalam dakwaan (tuntutan) pembunuhan.
b. Dasar Hukum
Nabi mengakui dan menentapkannya (qasamah) sebagai alt bukti yang sah untuk tidak pidana pembunuhan, hal ini didasrkan hadisnya :
عن أبى سلمة بن عبد الرحمن وسليمن بن يسار عن رجل من أصحاب النَبى ص م من الأنصار, أنَ النَبى ص م أقرَ القسامة على ما كانت عليه في الجاهليَة. (رواه أحمد ومسلم و النسائى)

Dari Abi Salamah bin Abd Ar- Rahman dan Sulaiman bin Yasar dari seorang laki- laki sahabat Nabi SAW kelompok Anshar, bahwa sesungguhnya Nabi SAW menetapkan qasamah (sebagai alata bukti)sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyyah. (H. R. Ahnad, Nuslim, dan Nasa'i).

c. Tujuan
Qasama disyariatkan dalam rangka memelihara jiwa, sehingga dalam keadaan apapun pembunuhan itu harus tetap diselesaikan, dibuktikan, dan ditetapkan hukumannya. Dengan demikian, qasamah merupakan suatu jalan keluar untuk menyelesaikan suatu kasus pembunuhan, di mana tidak terdapat bukti berupa saksi atau pengakuan.
d. Syarat- Syarat Qasamah
 adanya indikasi pembunuhan.
 Jumhur Ulama' selain Hanafiyah mensyaratkan adanya lauts atau petunjuk.
 Keluarga korban mengajukan tuntutannya kepada tersangka.
 Tuntutan keluarga korban tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya.
 Tersangka mengingkari berbuatan pembunuhan tersebut.
 Imam Abu Hanifah mensyaratkan adanya permintaan agar kasus pembunuhan tersebut dibuktikan dengan qasamah.
 Imam Abu Hanifah tempat pembunuhan korban harus ditempat seseorang atau dalam kekuasaan orang, jika tidak (berada ditempat umum)maka tidak wajib qasamah, dan dibayar oleh baitul mal.
Sebagai akibat hukum dilaksanakannya qasamah adalah diwajibkannya diat, ketentuan ini disepakati oleh para Ulama'.

4) Qarinah
Seperti telah dikemukan dalam awal bab ini, qarinah merupakan alat bukti yang diperselisihakan oleh para ulama' untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan. Salah satu contoh qarinah jarimah zina adalah adanya kehamilan dari seorang perempuan yang tidak bersuami. Dalam jarimah Syurbul Khamr(meminum minuman keras), yang dianggap sebagai qarinah, misalnya bau minuman keras dari mulut tersangka.
Pengertian qarinah menurut Wahbah Zuhaili adalah
القرينة هى كل أمارة ظاهرة تقارن شيئا خفيا, فتدل عليه.
Qarinah adalah setiap tanda- tanda yang jelas menyertai sesuatu yang samar, sehingga tanda tersebut menunjukkan kepadanya.

Dari definisi tersebut qarinah dapat terwujud bila dipenuhi 2 hal:
A. Kejelasan dan diketahui yang layak untuk dijadikan dasar dan pegangan.
B. Adanya keterkaitan antara keadaan yang jelas dan yang samar.
Diperselisihkannya qarinah sebagai alt bukti, sebabnya adalah dalam banyak hal qarinah ini bukan petunjuk yang pasti melainkan masih meragukan, karena banyak kemungkinan – kemungkinan yang terjadi. Seperti contoh di atas perempuan yang berzina dimungkinkan masih adanya petunjuk lain, misalnya ia diperkosa. Oelh karena itu, Jumhur Fuqaha membatasi penggunaan qarinah ini dalam kasus- ksus yang ada nashnya, seperti qasamah. Sedangkan Ibnu qayyim memberikan argumentasi, bahwa apabila qarinah tidak digunakan, akanbanyak sekali hak- hak yang hilang dan tercecer, dan ini merupakan suatu kedaliman.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
o Pembuktian secara etimologi berasal dari “ Bukti yaitu menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Adapun secara terminologi berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya terdakwa dalam sidang pengadilan.”
o Dalam pembuktian seseorang harus mampu mengajukan bukti- bukti yang otentik. Keharusannya didasrkan antara lain pada firman Allah SWT. Q. S. Al- Baqarah (2): 282.
o Perintah untuk membuktiakan ini juga didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas.
o Para Ulama’ berbeda pendapat mengenai jenis- jenis alat bukti yang dapat digunakan untuk tindak pidana, ada yang mengatakan 7, 9 bahkan ada yang sampai 26 alat bukti dalam tindak pidana. Akan tetapi menurut Jumhur Ulama’ dapat digunakan tiga cara ( alat) pembuktian, yaitu:
1. Pengakuan (الإقرار)
2. Persaksian ( الشهادة)
3. Al- Qasamah(القسامة)
4. Al- Qarinah (القرينة)
Bentuk pembuktian yang keempat banyak diperselisihkan oleh para Ulama', sedangkan yang menggunakan bukti qarinah ini salah satuynya adalah Ibnu Qayyim.

Tindak Pidana Terhadap Kedudukan Negara

BAB I
PANDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sumber pokok hukum pidana positif di Indonesia. Sebagai sumber pokok maka segala isinya baik dalam buku I mengenai aturan umum maupun buku II dan buku III menganai tindak pidana (kejahatan dan pelanggaran) menjadi pelajaran yang sangat penting. Dalam makalah ini sedikit banyak akan dijelaskan tentang bentuk dan macam-macam kejahatan terhadap kedudukan Negara, yang tercantum dalam pasal 104 sampai dengan pasal 129, dibentuknya kejahatan ini adalah ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum atas keselamatan dan keamanan segera dari perbuatan-perbuatan yang mengancam, mengganggu dan merubah kepentingan hukum Negara.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kedudukan Negara?
b. Apa saja yang termasuk dalam kejahatan terhadap kedudukan Negara?
c. Pasal berapa yang mengatur tentang kejahatan ini dan hukuman apa yang diancamkan terhadap para pelakunya?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam perihal tindak pidana kejahatan terhadap kedudukan Negara sehingga dapat membantu para akademisi hokum untuk mengkritisi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam KUHP.

BAB II
PEMBAHASAN
KEJAHATAN TERHADAP KEDUDUKAN NEGARA

A. Pengertian
Pengertian kejahatan terhadap kedudukan negara yang dimaksud dalam KUHP adalah:
Title I Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap keamanan negara
Title II Buku II tentang kajahatan-kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden
Title III Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara-negara asing bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara-negara tersebut.
Title IV Buku II tentang kejahatan-kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan
Title V Buku III tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap keamanan negara
Yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kedudukan Negara adalah berbagai tindak-tindak pidana yang bersifat menggangu kedudukan Negara sebagai suatu kesatuan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat internasional yang terdiri dari berbagai Negara yang merdeka dan berdaulat.

B. Bentuk-Bentuk Kejahatan Terhadap Kedudukan Negara
1. Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Title I buku II KUHP yang berjudul demikian memuat tindak-tindak pidana yang bersifat menggangu kedudukan Negara. Tindak pidana yang bersifat mengganggu kedudukan Negara yang berada di tengah-tengah masyarakat internasional adalah sifat penghianatan (vetraad), hal ini merupakan nada bersama dari tindak pidana, terdapat dua macam penghianatan yaitu:
a. Penghianatan intern (hoogverraad) yang ditujukan untuk mengubah struktur kenegaraan atau struktur pemerintahan yang ada, termasuk juga tindak pidana terhadap kepala Negara, jadi mengenai keamanan intern dari Negara.
b. Penghianatan ekstern (Landverraadd) yang ditujukan untuk membahayakan keamanan Negara terhadap serangan dari luar negeri, jadi mengenai keamanan ekstra dari negara, misalnya hal memberikan pertolongan kepada negara asing yang bermusuhan dengan Negara kita.
Yang termasuk dalam pembahasan title I ini adalah sebagai berikut:
1. Makar terhadap kepala negara
Kata makar (AANSLAG) berarti serangan, tetapi selanjutnya ada penafsiran khusus termuat dalam 87 KUHP yang mengatakan bahwa makar untuk suatu perbuatan sudah ada apabila kehendak sipelaku sudah tampak berupa permulaan pelaksanaan (BEGIN VAN UITVOERING) dalam arti yang dimaksudkan dalam pasal 53 KUHP. Pasal 53 ini mengenai percobaan melakukan kejahatan yang dapat dihukum (STRAFBARE POGING) dan membatasi penindakan pidana dalam suatu perbuatan pelaksanaan (UITVOERINGSHANDELING) sehingga tidak dapat dihukum suatu perbuatan yang baru merupakan perbuatan persiapan (VOORBEREIBING-SHANDELING).
Terdapat tiga macam tindak pidana:
Ke-1: makar yang dilakukan dengan tujuan (OOGMERK) untuk membunuh kepala Negara;
Ke-2: makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kemerdekaan kepala Negara;
Ke-3: makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan kepala Negara tidak dapat menjalankan pemerintahan.
2. Makar untuk memasukan Indonesia di bawah kekuasaan asing
Pasal 106 mengancam dengan hukuman maksimum 20 tahun penjara dengan kemungkinan hukuman mati menurut penetapan presiden no.5 tahun 1959, makar yang dilakukan dengan tujuan untuk menaklukan wilayah Negara seluruhnya atau sebagian dibawah penguasa asing atau dengan tujuan untuk memisahkan bagian dari wilayah Negara.
Selanjutnya terdapat 2 macam tindak pidana, yaitu:
Ke-1: berusaha menyebabkan seluruh wilayah Indonesia atau sebagian menjadi tanah jajahan atau suatu satelit Negara lain;
Ke-2: berusaha menyebabkan bagian dari wilayah Indonesia menjadi Negara merdeka dan berdaulat, terlepas dari pemerintah Indonesia.
3. Makar untuk menggulingkan pemerintah
Tindak pidana ini oleh pasal 107 dirumuskan sebagai: makar dilakukan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah (OMWENTELING), dan diam-diam dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun, sedangkan menurut ayat 2 bagi pemimpin dan pengatur dari tindak pidana ini hukumannya ditinggikan menjadi maksimum penjara seumur hidup atau selama 20 tahun, dengan kemungkinan hukuman mwti menurut penetapan presiden no.5 tahun 1959. Istilah menggulingkan pemerintah ini oleh pasal 88bis ditafsirkan sebagai: menghancurkan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar. Terdapat 2 macam tindak pidana menggulingkan pemerintahan, yaitu:
Ke-1: menghancurkan bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar;
Ke-2: mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut undang-undang dasar.


4. Pemberontakan (OPSTAND)
Ini adalah nama atau kualifikasi yang oleh pasal 108 diberikan kepada:
a. Melawan kekuasaan yang telah berdiri di Indonesia dengan senjata,
b. Dengan maksud melawan kekuasaan yang berdiri di Indonesia, maju dengan pasukan atau masuk pasukan yang melawan pasukan itu dengan senjata.
Hukumanya adalah maksimum 15 tahun penjara. Hukuman itu dinaikkan sampai hukuman penjara seumur hidup atau selama 20 tahun kalau mengenai pemimpin atau pengatur pemberontakkan ini dengan kemungkinan hukuman mati menurut ketetapan presiden no. 5 tahun 1959.
5. Permufakatan (SAMENSPANNING)
Pasal 110 ayat 1 KUHP memuat suatu pengertian permufakatan untuk melakukan kejahatan tertentu, yaitu yang termuat dalam pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108 yang sudah dibahasa diatas. Permufakatan ini dihukum sama dengan kejahatannya sendiri. Pasal 88 memberikan penafsiran tertentu dari kata permufakatan ini, yaitu permufakatan ada apabila dua orang atau lebih bersama-sama menyetujui untuk melakukan suatu kejahatan.
6. Penyertaan istimewa (BIJZONDERE DEELNEMING)
Disamping permufakatan ini, ayat 2 pasal 110 menyebutkan 5 macam peraturan yang merupakan penyertaan istimewa pada tindak-tindak pidana dari pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, yaitu juga dihukum dengan hukuman yang sama barang siapa dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan salah satu dari kejahatan-kejahatan tersebut:
Ke-1: mencoba membujuk orang lain supaya ia melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan kejahatan itu, atau supaya ia membantu melakukan kejahatan itu, atau supaya ia memboeri kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-2: mencoba member ia sendiri atau orang lain kesempatan, alat-alat, atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan itu;
Ke-3: menyimpan untuk tersedia barang-barang yang ia ketahui ditujukan untuk melakukan kejahatan itu, barang-barang tersebut menurut ayat 3 dapat dirampas;
Ke-4: menyiapkan atau memegang rencana-rencana untuk melakukan kejahatan-kejahatan itu, rencana-rencana tersebut ditujukan untuk diberitahukan kepada orang lain;
Ke-5: mencoba mencegah, menghalangi, atau menggagalkan suatu daya upaya pemerintah untuk mencegah atau menumpas pelaksanaan kehendak melakukan kejahatan itu.
7. Mengadakan hubungan dengan Negara asing yang mungkin akan bermusuhan dengan Negara Indonesia
Dengan pasal 111, KUHP mulai menjurus kepada usaha untuk menyelamatkan keamanan ekstern dari Negara, juga dapat dikatakan mulai menjurus kearah memberantas mata-mata yang bekerja untuk kepentingan Negara asing dengan merugikan kepentingan Negara kita. Tindak pidana dari pasal 111 berupa: mengadakan hubungan dengan Negara asing dengan niat:
a. Akan membujuk agar Negara asing itu melakukan permusuhan akan berperang dengan Negara kita; atau
b. Akan memperkuat kenhendak Negara asing untuk berbuat demikian, atau
c. Akan menyanggupkan bantuan dalam hal ini kepada Negara asing itu, atau
d. Akan memberi bantuan dalam hal mempersiapkan hal-hal tersebut diatas.
Mengadakan hubungan dengan Negara asing biasanya berarti: mengadakan perundingan yang didalamnya, baik dari pihak pelaku maupun dari pihak Negara asing, ada usul-usuk tertentu.
8. Mengadakan hubungan dengan Negara asing dengan tujuan agar Negara asing membantu suatu penggulingan pemerintah di Indonesia
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 111bis yang menyebutkan 3 macam tindak pidana:
Ke-1: mengadakan hubungan dengan orang atau badan diluar Indonesia dengan maksud:
a. Membujuknya supaya memberi bantuan untuk menyiapkan, memudahkan, atau mengadakan penggulingan pemerintah, atau
b. Menguatkan kehendak orang atau badan demikian itu, atau
c. Memberi atau sanggup memberi bantuan dalam hal itu, atau
d. Mempersiapkan, memudahkan, mengadakan penggulingan pemerintah;
Ke-2: memasukkan kedalam wilayah Indonesia suatu barang yang dapat dipergunakan untuk membri bantuan kebendaan (STOFFELIJKESTEUN) dalam mempersiapkan, memudahkan, atau mengadakan penggulingan pemerintah, jiak ia tahu atau ada alasan kuat untuk mengira, bahwa barang itu diperuntukkan demikian;
Ke-3: menyimpan atau menjadikan pokok perjanjian suatu barang, seperti tersebut ke-2, dengan mengtahui atau ada alasan kuat untuk mengira seperti diatas, dan lagi, bahwa barang itu atau barang yang digantikan barang itu dimasukkan di Indonesia dengan tujuan tersebut atau diperuntukkan demikian oleh atau untuk seorang atau badan yang bertempat diluar Negara Indonesia.
Tindak pidana ini diancam dengan hukuman maksimum 6 tahun penjara dan dengan dimungkinkan barang-barang tersebut ke-2 dan ke-3 tadi dapat dirampas.
9. Menyiarkan surat-surat rahasia
Pasal 112 mengenai surat-surat rahasia pada umumnya; pasal 113 mengenai surat-surat rahasia khusus, antara lain tentang pertahanan Negara yang disiarkan dengan sengaja; pasal 114 mengenai surat-surat rahasia dari pasal 113 yang disiarkan dengan culpa; pasal 115 mengenai orang yang mengetahui isi surat-surat rahasia yang ia sebenarnya tidak boleh tahu dan kemudian ia memberitahukannya pada orang lain, sedangkan pasal 116 mengenai permufakatan dari 2 orang atau lebih untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.
Hukuman-hukumannya agak ringan, yaitu 7 tahun, 4 tahun, dan 1 tahun penjara bahkan dimungkinkan adanya denda. Hukuman-hukuman ini pada tahun 1940 oleh penguasa militer belanda dinaikkan, tetapi menurut undang-undang no.1 tahun 1946 segala peraturan dari penguasa militer belanda dianggap tidak berlaku. Akan tetapi, dengan adannya penetapan presiden no.5 tahun 1959, ada kemungkinan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila kejahatan-kejahatan itu menghalang-halangi terlaksananya suatu program pemerintah.
10. Kejahatan mengenai bangunan-bangunan pertahanan Negara (VERDEDIGINGSWERKEN)
Kejahatan-kejahatan ini dalam 4 pasal, pasal 117 sampai pasal 120. Pasal 117 melarang mendekati bangunan pertahanan Negara sampai kurang dari 500 meter, memasuki suatu bangunan dari angkatan darat atau angkatan laut atau kapal perang dengan jalan yang tidak biasa, dan memegang gambar foto atau gambar lukisan dari suatu bangunan pertahanan Negara, atau berada di tempat-tempat itu dengan memegang alat-alat foto.
Pasal 118 melarang membuat pengukuran atau gambar dari suatu bangunan yang ada kepentingan militer.
Pasal 119 melarang memberikan tempat penghunian kepada orang lain yang bermaksud mengetahui surat-surat rahasia termaksud dalam pasal 113, atau menyembunyikan suatu barang yang ia ketahui dapat dipergunakan untuk menjalankan maksudnya.
Pasal 120, apabila kejahatan-kejahatn dari pasal-pasal 113, 115, 117, 118, dan 119 dilakukan dengan perbuatan menipu, seperti memberdayakan, menyamarkan diri, memakai nama atau kedudukan palsu, dan sebagainya, maka hukuman-hukuman kedua pasal tersebut maksimum berlipat dua. Hukuamn-hukuman ini pun ringan yaitu 6 bulan penjara atau denda Rp. 300,- (pasal 117), 2 tahun penjara atau denda Rp. 600,- (pasal 118), dan 1 tahun penjara (pasal 119). Hukuman-hukuman ini pada tahun 1940 oleh penguasa militer belanda dinaikkan, tetapi menurut undang-undang no.1 tahun 1946 segala peraturan dari penguasa militer belanda dianggap tidak berlaku. Akan tetapi, dengan adannya penetapan presiden no.5 tahun 1959, ada kemungkinan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila kejahatan-kejahatan itu menghalang-halangi terlaksananya suatu program pemerintah.
11. Merugikan negara dalam perundingan diplomatik
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 121 yang menentukan: barang siapa yang dalam perundingan dengan suatu Negara asing, yang diperintahkan oleh pemerintah, dengan sengaja merugikan Negara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. Ini merupakan suatu pengkhianatan diplomatik.
12. Kejahatan yang biasanya dilakukan oleh mata-mata musuh (SPIONASE)
Kejahatan-kejahatan ini termuat dalam pasal-pasal 122, 123, 124, dan 125. Pasal 122 mengenai dua macam tindak pidana dengan hukuman maksimum 7 tahun penjara:
Ke-1: dengan sengaja memperbuat sesuatu yang dapat menjerumuskan Negara kedalam suatu peperangan;
Ke-2: pada waktu Negara sedang berperang dengan Negara lain, dengan sengaja melanggar peraturan dari pemerintah untuk mengamankan Negara.
Pasal 123 mengenai seorang warga Negara Indonesia yang secara sukarela masuk dinas tentara suatu Negara yang sedang atau akan berperang dengan Negara kita diancam dengan hukuman 15 tahun penjara.
Pasal 124 ayat 1 mengenai seseorang yang dalam masa perang sengaja memberikan bantuan kepada Negara musuh atau merugikan Negara kita terhadap Negara musuh. Hukumanya maksimum 15 tahun penjara, menurut ayat 2 dinaikan menjadi hukuman seumur hidup atau selama 20 tahun apabila si pelaku:
Ke-1: memberi kepada musuh peta, gambar, rencana, dan sebagainya dari bangunan militer, atau keterangan gerak tentara kita;
Ke-2: bekerja sebagai mata-mata dari musuh atau menerima dirumah atau meniling seseorang mata-mata dari musuh.
Menurut ayat 3 hukumannya dinaikan laghi menjadu hukuman mati, apabila si pelaku:
Ke-1: menghianatkan kepada musuh, menyerahkan kepada kekuasaa musuh, membinasakan, merusakan atau menjadikan tidak dapat dipakai suatu tempat penjagaan yang diperkuat atau diduduki, atau gudang atau suatu simpanan makanan atau uang untuk keperluan perang;
Ke-2: menghalang-halangi atau mengagalkan pekerjaan menggenangklan air untuk menagkis atau menyerang musuh atau pekerjaan kemiliteran lain;
Ke-3: mengadakan atau memudahkan pemberontakan atau desersi (melarikan diri) diantara para prajurit.
Permufakatan untuk melakukan tindak-tindak pidana dari pasal 124 dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun. Ini dikatakan oleh pasal 125.
13. Menyembunyikan mata-mata musuh
Pasal 126 menancam dengan hukuman maksimum 7 tahun penjara barang siapa pada waktu Negara kita sedang berperang, tanpa maksud menolong musuh atau merugikan Negara kita:
Ke-1: menerima sebagai pnghuni dirumah atau menyembunyikan atau menolong agar dapat lari seorang mata-mata dari musuh;
Ke-2: mengakibatkan atau memudahkan seorang prajurit dari tentara kita melarikan diri (desersi).
14. Menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan Negara
Oleh pasal 127 diancam dengan hukuman maksimum 12 tahun penjara: menipu atau membiarkan orang lain menipu dalam hal menjual barang-barang keperluan untuk tentara kita. Dihukum dengan hukuman yang sama apabila kejahatan tersebut dalakukan terhadap Negara-negara yang bersekutu dengan Negara kita dalam peperangan. Ini ditentukan dalam pasal 129.

2. Kejahatan Terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden
Title II buku II KUHP mula-mula memuat sebelas pasal, tetapi oleh undang-undang no.1 tahun 1946 tidak kurang dari enam pasal dicabut karena mengenai keluarga dari raja, yang tidak ada di Indonesia. Maka, yang masih berlaku masih lima pasal yaitu pasal 131, 134, 136bis, 137, dan 139. Selanjutnya juga berlaku penetapan presiden no.5 tahun 1959.
a. Perbuatan menyerang tubuh kepala Negara (FEITELIJKE AANRANDING VAN DE PERSOON).
Pasal 131 mengancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun setiap perbuatan yang menyerang tubuh presiden atau wakil presiden yang tidak masuk ketentuan hokum pidana yang lebih berat.

b. Penghinaan terhadap kepala Negara.
Menurut pasal 134 penghinaan dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden dihukum dengan hukuman maksimum 6 tahu penjara atau denda Rp. 300,- selanjutnya tidak dibedakan antara macam-macam penghinaan yang termuat dalam title XVI buku II KUHP seperti menista (semaad) dari pasal 310, atau fitnah (laster) dari pasal 311, atau penghinaan bersahaja (eenvoudige beleediding) dari pasal 315 yang semuanya kalau dilakukan terhadap orang biasa diancam dengan hukuman lebih ringan dari pasal 134.
KUHP memuat pasal 136bis yang tidak ada dalam KUHP belanda yang berbunyi: penghinaan dengan sengaja dari pasal 131 meliputi tiga perbuatan dari pasal 315 (tentang penghinaan bersahaja) jika itu dilakukan diluar hadir pihak yang dihina baik dimuka umum dengan berbagai perbuatan, maupun tidak dimuka umum, tetapi dihadapan lebih dari 4 orang atau dihadapan orang yang kebetulan, tanpa sengaja, ada disitu, dan yang merasa tersentuh rasa hatinya, yaitu dengan perbuatan-perbuatan, secara lisan, atau secara tertulis.
c. Menyiarkan tulisan atau gambar yang mengandung penghinaan terhadap kepala Negara.
Seperti dalam tindak-tindak pidana yang bersifat penghinaan, juga kini oleh pasal 137 diancam dengan hukuman penjara satu tahun empat bulan atau denda setingi-tinginya Rp. 300,- barang siapa yang menyiarkan, mempertunjukkan, menempelkan sehingga kelihatan oleh umum, tulisan, atau gambar yang isinya menghina presiden atau wakil presiden, dengan tujuan supaya isinya yang menghina itu diketahui oleh umum.
Menurut ayat 2, apabila si bersalah melakukan tindak pidana ini dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari (beroep) dan belum berselang dua tahun setelah putusan hakim yang menghukumnya karena kejahatan yang sama sudah berkekuatan tetap, maka sipelaku dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
d. Hukuman tambahan
Menurut pasal 139, hukuman tentang pasal 131 dapat ditambah denga pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 no.1 – 4, dan tentang pasal 134 dengan pencabutan hak-hak dari pasal 35 no.1 – 3.

3. Kejahatan Terhadap Negara-Negara Asing Bersahabat dan Terhadap Kepala dan Wakil Negara-Negara Tersebut.
Tiga pasal pertama dari title ini baru pada tahun 1921 ditambahkan dan ternyata tidak ada pada KUHP belanda, yaitu pasal-pasal 139a, 139b, dan 139c.
Pasal 139a memuat tindak pidana berupa makar yang dilakukan dengan maksud untuk melepaskan daerah suatu Negara bersahabat atau tanah jajahan atau daerah lain dari Negara tersebut, baik seluruhnya atau sebagian, dari kekuasaan pemerintah didaerah itu. Hukumannya adalah maksimum hukuman penjara 5 tahun, jadi sangat lebih ringan tindak pidana serupa terhadap Negara kita sendiri, termuat dalam pasal 106.
Pasal 139b memuat tindak pidana berupa makar yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau mengubah secara tidak sah (melanggar hukum) bentuk pemerintahan yang sudah tetap dari suatu Negara sahabat atau dari suatu tanah jajahan atau daerah lain dari Negara itu. Hukumanya maksimum penjara 4 tahun penjara, juga sangat ringan dari tindak pidana serupa terhadap Negara kita sendiri yang termuat dalam pasal 107.
Pasal 139c memuat tindak pidana berupa permufakatan melakukan salah satu dari kejahatan-kejahatan dari pasal 139a dan 139b.hukumannya hanya maksimum 1 tahun 6 bulan penjara.
a. Makar untuk membunuh kepala Negara atau menahan kepala Negara sahabat.
Tindak pidana ini, yang termuat dalam pasal 140, senada dengan pasal 104, hanya kini dilakukan terhadap kepala Negara suatu Negara sahabat. Beratnya hukuman kejahatan ini digantungkan dengan beberapa hal. Menurut ayat 1 hukuman ini maksimum 15 tahun penjara, menurut ayat2 menjadi penjara seumur hidup atau selama 20 tahun apabila berakibat matinya si korban atau apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih dulu, menurut ayat 3 menjadu hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama 20 tahun apabila perbuatan dilakukan dengan dirancang lebih dulu, apa lagi mengakibatkan matinya korban.
b. Serangan dengan kekerasan dan penghinaan terhadap kepala Negara suatu Negara sahabat.
Kedua tindak pidana ini termuat dalam pasal 141 dan 142 yang senada dengan pasal 131 dan 134 mengenai presiden dan wakil presiden RI. Hukumanya juga tidak begitu berbeda, yaitu dari pasal 141 maksimum 7 tahun penjara dan dari pasal 142 maksimum 5 tahun penjara atau denda Rp. 300,- jadi hanya terpaut 1 tahun saja.
c. Penghinaan terhadap diplomat asing.
Pasal 143 memuat tindak pidana penghinaan dengan sengaja terhadap seorang diplomat yang mewakili suatu Negara asing terhadap pemerintah Indonesia dalam kedudukannya (in zejne hoedanigheid). Hukumanya sama dengan hukuman pada penghinaan seorang kepala Negara sahabat. Yang dapat disebut mewakili Negara asing adalah seorang duta besar atau duta biasa, ataua seorang kuasa usaha, jadi bukan pegawai-pegawai lain dari suatu kedutaan, dan bukan seorang konsul.
d. Menyiarkan tulisan atau ganbar yang isinya menghina kepala Negara asing atau seorang wakil dari Negara tersebut
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 144 yang senada dengan pasal-pasal lain. Hukumannya kurang dari apabila mengenai kepala dari Negara kita sendiri, yaitu maksimum Sembilan bulan penjara atau denda Rp. 300,-.
e. Hukuman tambahan
Pasal 145 memuat hukuman tambahan yang sama dengan pasal 139.
4. Kejahatan Mengenai Kewajiban Kenegaraan dan Hak-hak Kenegaraan (staatsplichten dan staatsrechten)
Judul ini tampaknya amat luas, tetapi nyatanya title IV ini hanya memuat tindak pidana mengenai rapat-rapat dari beberapa lembaga yang susunannya berdasar atas pemilihan umum (pasal 146 dan 147) dan mengenai pemillihan-pemilihan umum itu sendiri (pasal-pasal 148–152).
a. Mengganggu rapat badan Negara
Diatur dalam dua pasal, yaitu pasal 146 dan 147 mengenai rapat-rapat dari suatu badan legislative, eksekutif, atau perwakilan rakyat yang didirikan atau atas nama pemerintah.
Tindak pidana dari pasal 146 berupa membubarkan rapat dengan kekerasan atau memaksakannya akan memberikan atau jangan memberikan suatu keputusan, atau mengusir ketua atau seorang anggota badan-badan tersebut dari suatu rapat. Hukumannya adalah maksimum 9 tahun penjara.
Tindak pidana dari pasal 147 berupa dengan sengaja dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi ketua atau seorang anggota badan-badan tersebut untuk menghadiri rapat badan itu atau akan mengerjakan kewajibannya dengan merdeka dan tidak terganggu. Hukumannya adalah maksimum 2 tahun 8 bulan penjara.
b. Tindak-tindak pidana mengenai pemiliihan umum
Pasal 148 melarang: pada waktu diadakan pemilu, dengan sengaja dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi seseorang yang akan melakukan hak memilih dengan bebas dan tidak terganggu.
Pasal 149 melarang: menyuap dengan pemberian atau janji, seorang pemilih, supaya tidak menjalankan hak pilih atau supaya menjalankannya secara tertentu. Oleh ayat 2 dihukum pula orang yang kena suap. Cara tertentu ini biasanya berupa memilih seseorang yang dicalonkan oleh yang menyyuapp itu.
Pasal 150 melarangg perbuatan tipu-muslihat yang menyebabkan suara seorang pemilih tidak berharga, atau orang lain dari pada yang dimaksudkan oleh pemilih itu menjjadi terpilih.
Pasal 151 mengenai orang yang turut serta dalam suatu pemilihan umum dengan mengaku dirinya sebagai orang lain.
Pasal 152 mengenai orang yang menggagalkan dengan sengaja suatu pemungutan suara dalam suatu pemilihan umum, atau melakukan suatu perbuatan tipu-muslihat yang menyebabkan hasil pemungutan suara itu menjadi lain dari pada yang seharusnya diperoleh dengan surat-surat suara yang dimaksudkan dengan sah atau dengan suara-suara yang diberikan dengan sah.
Hukuman-hukumannya adalah maksimum masing-masing 4 tahun penjara, 9 bulan penjara atau denda Rp. 300,- Sembilan bulan penjara, satu tahun empat bulan penjara, dan dua bulan penjara.

5. Pelanggaran-Pelanggaran Terhadap Keamanan Negara
Demikianlah judul dari title X buku III KUHP. Title ini yang tidak ada dalam KUHP BELANDA, hanya terdiri atas satu pasal yaitu pasal 570 yang menentukan: Dihukum dengan maksimum tiga bulan kurungan atau denda lima ratus rupiah barang siapa dengan tidak mempunyai kuasa:
1. Memasuki sebuah tempat atau gedung angkatan darat atau angkatan laut atau suatu kapal perang dengan melalui jalan lain dari pada yang biasa. Secara analogi, ketentuan ini dapat diberlakukan bagi angkatan udara dan angkatan kepolisian;
2. Memasuki tanah lapang yang oleh kekuasaan militer ditunjuk sebagai tanah lapang militer, yang terlarang dimasuki;
3. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau membawa potret atau gambar atau keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain tentang tanah lapang atau tempat termaksud dalam sub ke-2 dengan segala yang ada disitu;
4. Membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan, membawa potret, pengukuran lukisan atau uraian atau gambar ataupun keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk lain tentang suatu perkara kepentingan militer.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mengenai kejahatan terhadap kedudukan Negara dalam KUHP diatur dalam buku II dan buku III dengan rincian sebagai berikut:
Title I Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap keamanan Negara;
Title II Buku II tentang kajahatan-kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden;
Title III Buku II tentang kejahatan-kejahatan terhadap negara-negara asing bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara-negara tersebut;
Title IV Buku II tentang kejahatan-kejahatan mengenai kewajiban kenegaraan dan hak kenegaraan;
Title V Buku III tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap keamanan Negara.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, cetakan kedua, edisi ketiga, 2008.
Prof. Moeljatno, S.H., KUHP, Jakarta : Bumi Aksara, cetakan kesembilan belas, 1996.

Tindak Pidana Terhadap Pemalsuan

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hukum di Indonesia pemalsuan terhadap sesuatu merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang telah diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Memang pemalsuan sendiri akan mengakibatkan seseorang/pihak merasa dirugikan. Hal inilah yang membuat pemalsuan ini diatur dan termasuk suatu tindakan pidana
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam KUHP pemalsuan terdiri dari beberapa jenis. Adakalanya sumpah palsu dan keterangan palsu, pemalsuan mata uang, uang kertas Negara dan uang kertas bank, pemalsuan surat dan adakalanya juga pemalsuan terhadap materai dan merek.
Oleh sebab itu agar kita memahami tentang pemalsuan dalam makalah kali ini akan dibahas secara lebih detail mengenai tindak pidana pemalsuan ini beserta pasal-pasal yang menentukannya dan juga beberapa jenis pemalsuan seperti yang telah ditulis diatas.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemalsuan
Suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa ijin yang bersangkutan (illegal) / melanggar hak cipta orang lain

B. Macam-macam Pemalsuan
1. Sumpah Palsu
Sumpah itu boleh diucapkan oleh orangnya sendiri atau oleh orang yang dikuasakan untuk itu. Baik dengan lisan maupun dengan tulisan. Sumpah itu tidak selalu harus diucapkan sebelum memberikan keterangan atau penyaksian. Ingatlah kepada berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh seorang pejabat, dimana pada akhirnya ditulis perkataan-perkataan "berita acara ini dibuat dengan mengingat sumpah jabatan". Jadi sumpah itu dituliskan sesudah melukiskan keterangan atau pendapatnya, yang menjadi isi sumpah itu. Orang yang mengaku tidak mempunyai agama, mengucapkan janji bahwa ia akan menyerahkan yang sebenarnya dan tidak lain daris ebenarnya. Janji itu disamakan kekuatannya atau akibatnya dengan sumpah. Mengingat akibat yang dapat merugikan kepada terdakwah atau tersangka, maka sumpah palsu itu didalam perkara pidana diancam dengan hukuman yang lebih berat, juga kalau terdakwah dibebaskan dari hukuman, maka yang melakukan sumpah palsu itu dapat dituntut. Sudah cukup bahwa keterangan palsu dibawah sumpah itu dapat merugikan terdakwa atau tersangka.
Menyuap orang untuk melakukan sumpah palsu dapat dihukum karena membujuk sumpah palsu (pasal 55), jikalau yang dibujuk itu tidak melakukan sumpah palsu, maka yang membujuk itu tidak dapat dituntut atas dasar pasal 55, tetapi harus dituntut atas dasar pasal 242.

Keterangan Palsu
Keterangan palsu adalah keterangan yang tidak benar atau bertentangan dengan keterangan yang sesungguhnya.
Memberi keterangan palsu itu sejak zaman dahulu kala telah dipandang sebagai kesalahan yang amat buruk, pada sekarang ini dianggap sebagai merusak kewajiban terhadap kesetiaan umum atau sebagai kedustaan terhadap masyarakat, lain kali sebagai ketidak jujuran terhadap Tuhan, demikian pula terhadap hakim yang menjalankan peradilan atas nama Tuhan.
Supaya dapat dihukum pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini diatas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangnnya itu sesuai dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain perkataan jika pernyataan bahwa ia sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya amana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum. Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja).

Sumpah
Pasal 242
1) Barang siapa yang dalam hal peraturan undang-undang memrintahkan supaya memberi keterangan atas sumpah atau mengadakan akitab hukum pada keterangan tersebut, dengan sengaja memberi keterangan palsu atas sumpah, dengan lisan atau dengan surat, oleh dia sendiri atau oleh wakilnya yang ditunjuk untuk itu pada khususnya dipidana dengan opidana penjara selama-lamnya tujuh tahun.
2) Kalau keterangan palsu atau sumpah itu diberikan dalam suatu perkara pidana dengan merugikan si terdakwa atau si tersangka, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.
3) Kesanggupan atau penguatan yang diperintahkan oleh undang-undang umum atau yang menjadi ganti sumpah disamakan dengan sumpah.
4) Pidana mencabut hak tersebut dalam pasal 35 no. 1-2 dapat dijatuhkan.

2. Pemalsuan Mata Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Orang yang meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas Bank dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan. Adalah perbuatan pertama dari dua perbuatan yang merupakan tindak pidana uang palsu. Satu-satunya syarat untuk perbuatan ini adalah bahwa hasil pembikinan (pembuatan) ini adalah suatu barang logam atau suatu kertas tulisan yang mirip dengan uang logam atau uang kertas yang asli sedemikian rupa sehingga banyak orang yang menganggapnya sebagai uang asli.
Tidaklah diperlukan apakah misalnya logam yang menjadi bahan uang logam palsu itu sebetulnya harganya lebih mahal daripada logam bahan pembuatn uang asli. Juga tetap ada uang palsu apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu. Yang merupakan uang asli atau tulen adalah uang yang dibuat atas perintah dari pemerintah sendiri.

Memalsukan (Vervalschen)
Ini adalah perbuatan kedua yang merupakan tindak pidana pemalsuan uang. Mengenai uang kertas perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang mengjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Alasan kehendak (motif) di pelaku tidak dipedulikan. Asal dipenuhi saja unsur tujuan si pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah.
Dapat dinamakan memalsukan uang kertas apabila uang kertas asli diberi warna lain. Mungkin dengan demikian uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih.
Mengenai uang logam, memalsukannya berarti mengubah tubuh uang logam itu dengan – misalnya – mengambil sebagian dari logam itu dan menggantikannya dengan logam lain. Kinipun tidak dipedulikan, apakah dengan demikian harga logamnya ditinggikan atau direndahkan.
Dari penjelasan diatas berdasarkan KUHP yang tertera dibawah ini :
Pasal 244 : Barang siapa meniru atau memalsukan uang atau uang kertas Negara atau uang kertas Bank dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang kertas Negara atau uang kertas bank itu serupa dengan yang asli dan yang tiada dipalsukan, dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun (KUHP 4, 64-2, 165, 519).
Mengedarkan Uang Palsu
Disamping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama.
a. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang logam atau uang kertas negeri atau uang kertas bank, yang ia bikin sendiri secara meniru atau yang ia palsukan,
b. Barang siapa dengan sengaja mengedarkan barang-barang itu, yang diketahuinya pada waktu itu ia menerima barang-barang itu bahwa barang-barang itu adalah uang palsu,
c. Barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia barang-barang tersebut yang ia membikin atau memalsukan sendiri, atau yang ia mengetahui kepalsuannya pada waktu ia menerimanya, dengan tujuan untuk kemudian mengedarkan atau menyuruh mengedarkan barang-barang itu seolah-olah uang tullen.
Unsur kesengajaan kini berarti bahwa si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Ia juga tidak perlu mengetahui bahwa berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.
Pasal 247 : barang siapa dengan sengaja mengedarkan serupa mata uang yang tidak rusak, mata uang mana ia sendiri telah kurangkan harganya atau yang pada waktu diterima kerusakan itu diketahuinya atau barang siapa dengan sengaja menyimpan atau memasukkan mata uang yang demikian ke Negara Indonesia dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh manjalankannya serupa mata uang yang tidak rusak, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. (KUHP 35, 52, 64-2, 165, 252, 260 bis, 486).
3. Pemalsuan Meterai dan Cap (Merek)
Pemalsuan Meterai dan Cap (Merk)
Pemalsuan meterai yang termuat dalam pasal 253, yaitu pasal pertama dari titel XI Buku II KUHP yang berjuclul "Pemalsuan Meterai dan Cap" adalah senada dengan pemalsuan uang, tctapi bersifat sangat lebih ringan karena kalangan dalam masyarakat yang tertipu dengan pemalsuan meterai ini sama sekali tidak seluas seperti dalam hal pemalsuan uang yang dapat dikatakan meliputi masyarakat luas. Dapat dimengerti bahwa kini maksimum hukuman hanya penjara sclama lujuh tahun.
Pemalsuan meterai ini pertama-tama merugikan pemerintah karena pembelian meterai adalah semacam pajak, dan pemalsuan mcterai berakibat berkurangnya pajak ke kas negara.
Selain dari unsur perpajakan, meterai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya meterai maka surat yang diberi meterai yang ditentukan oleh undang-undang menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai pelbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara di muka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian apabla dibubuhi meterai yang ditcntukan oleh undang-undang.

Pasal 253
Dipidana dengan pidana penjara selamanya tujuh tahun :
1. Barangsiapa meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, atau memalsukan tanda-tangan, yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah
2. Barangsiapa dengan maksud yang sama membuat meterai dengan memakai alat cap yang dengan melawan hukum.
1) orang yang meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah RI, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai, meterai, yang adi atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
2) Orang yang meniru atau memalsukan tanda tangan yang perlu untuk sahnya meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
3) Orang yang membuat atau dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai meterai itu oleh orang lain sebagai meterai yang asli atau yang tidak dipalsukan atau yang sah.
- Meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia ialah meterai pos (perangko), meterai tempel, meterai pembayaran pajak, radio, meterai pajak upah, kertas bermeterai (untuk akte) dan lain sebagainya
- Meniru atau memalsukan tanda-tanda guna mensahkan meterai berarti membuat tanda tangan palsu diatas pengumuman, yang seharusnya ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
- Membuat meterai dengan memakai alat cap yang asli dengan melawan hukum" misalnya membuat kbih banyak dari jumlah yang. diinstruksikan oleh yang berhak, dengan maksud untuk menjual kelebihannya untuk kepentingannya sendiri.
- Orang yang memakai dan sebagainya meterai yang diketahuinya palsu, dikenakan pasal 257.
4. Pemalsuan Surat
Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift)
Demikianlah judul title XII buku II KUHP. Maka KUHP berturut-turut memuat empat title, semua tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Jadi jelaslah bahwa pemalsuan dalam surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat dengan keseluruhannya, yaitu kepercyaan masyarakat kepada isi durat-surat daripada bersifat mengenai kepentingan dari individu-individu yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Unsur-unsur surat dari peristiwa pidana :
a. suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian.
b. Membikin surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu).
c. Tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain.
d. Penggunaan itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 263
1. barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan daripada utang atau yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana dengan penjara selama-lamnya enam tahun
2. Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Pasal 264.
(1) yang bersalah melakukan pemalsuan surat, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 8 tahun apabila perbuatan itu dilakukan :
- pada akta-akta otentik
- Pada surat-surat utang atau sertifikat utang yang dikeluarkan suatu Negara atau bagiannya atau oleh suatu lembaga umum.
- Pada saham-saham atau utang-utang atau sertifikat sero atau sertifikat utang dari sesuatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai.
- Pada segi saham, surat pembuktian untung sero dan bunga yang menjadi bagian dari surat-surat tersebut dalam kedua nomor termaksud diatas atau pada surat-surat bukti atau sebagai pengganti surat-surat itu
- Pada surat-surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.
Catatan : Pemalsuan surat ada dua macam
1. Yang disebut pemalsuan materiil
Disini surat ini didalam ujudnya sama sekali palsu, sejak dari mulanya.
2. Yang disebut pemalsuan intelektuil
Disini suratnya sendiri tidak palsu dan ia dibuat sebagai mana mestinya akan tetapi isinya yang palsu.
5. Laporan Palsu dan Pengaduan Palsu
Perbuatan melaporkan atau mengadukan sesuatu tindak pidana yang tidak benar-benar terjadi (palsu) dengan jalan disengaja serta tidak memandang apa tujuannya. Perbuatan ini misalnya seorang pegawai Firma yang disuruh menyetorkan uang ke Bank tetapi tidak disetorkan uang itu & dipergunakan untuk kepentingannya sendiri. Untuk menutupi kekurangannya ia lalu pura-pura melaporkan kepada polisi, bahwa uang yang disuruh menyetorkan ke Bank itu telah ditodong oleh penjahat dijalan.
Menurut pasal 45 R I B orang yang menderita peristiwa pidana atau yang mengetahui peristiwa pidana berhak melaporkan atau memberitahukan hal itu kepada yang berwajib. Dan tindak pidana diatas tertera dalam KUHP Pasal 220 : Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan orang sesuatu tindak pidana padahal ia tahu, bahwa perbuatan itu tidak dilakukan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan.


BAB III
KESIMPULAN

Pemalsuan adalah suatu perbuatan yang disengaja meniru suatu karya orang lain untuk tujuan tertentu tanpa izin yang bersangkutan. Juga disebut melanggar hak cipta orang lain.
Adapun macam-macam dari pemalsuan itu adalah :
- Sumpah dan keterangan palsu
- Pemalsuan mata uang, uang kertas Negara & uang kertas bank
- Pemalsuan meterai dan cap (merek)
- Pemalsuan surat
- Laporan palsu dan pengaduan palsu


DAFTAR PUSTAKA

- Tresna R. Mr. Azas-azas Hukum Pidana, Penerbit UNPAD Yogyakarta, 1994.
- Soesilo R. KUHP, POLITEIA, Bogor, 1991
- Moeljatno, Prof. Azas-azas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993
- Sugandhi, R., KUHP dan Penjelasannya, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1980
- Wirjono, Prof. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003.
- Laminating, Drs. Delik-delik Khusus, PT. Sinar baru, Bandung, 1989
- Lamintang PAF. Drs., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar baru, Bandung, 1984
- Sudrajat Bassar M. SH., Tindak-tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang, PT. Remaja Kaarya, Bandung, 1984

Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum

BAB I

PENDAHULUAN
Kejahatan terhadap Ketertiban Umum menurut Surat Penjelasan dari Rancangan KUHP Belanda tidak langsung mengenai keamanan negara atau tindakan-tindakan alat-alat negara, dan tidak mengenai tubuh atau barang milik orang-orang tertentu, seperti pencurian, penipuan, dan sebagainya, tetapi merupakan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menggangu tata tertib masyarakat . Maka dari itu muncul pendapat yang mengatakan bahwa kata-kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” mempunyai sifat yang kurang jelas (vaag) yang menurut sifatnya dapat diartikan dari arti yang lebih luas dari arti yang sebenarnya, dengan maksud bahwa pembentuk undang-undang memakai kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” untuk menyebutkan sekumpulan kejahatan yang sifatnya menimbulkan bahaya bagi ketertiban umum dan ketentraman umum. Namun dengan adanya alasan bahwa masyarakat atau negara tidak akan dapat tetap berdiri jika di dalamnya terdapat suatu ketertiban dan ketentraman, maka keputusan pembentuk undang-undang untuk mengatur sejumlah kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi integritas kelangsungan dan keamanan negara berikut fungsi dan alat-alat perlengkapannya di dalam buku II Bab V KUHP di anggap sudah tepat.


BAB II

PEMBAHASAN
KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM
(misdrijven tegen de openbare ord )

A. Pengertian
Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam M.v.T (Memory Van Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke leven) dan yang dapat menimbulkan bagi ketertiban alamiah di dalam masyarakat (‘de natuurlijke orde der maatschappij). Adapun kejahatan yang diatur dalam Buku II Bab V bukanlah kejahatan yang secara langsung ditujukan terhadap:
a. Keamanan negara;
b. Tindakan-tindakan dari alat perlengkapannya atau
c. Tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu .
Sedangkan menurut Van Bemmelen dan Van Hattum bahwasanya kejahatan yang diatur dalam Buku II Bab V sebagai kejahatan terhadap berfungsinya masyarakat dan negara (Misdrijven tegen het functioneren van gemenschap en staat)
Simons mengatakan bahwa kata-kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” mempunyai sifat yang kurang jelas (vaag) yang menurut sifatnya dapat diartikan dari arti yang lebih luas dari arti yang sebenarnya, dengan maksud bahwa pembentuk undang-undang memakai kata “Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum” untuk menyebutkan sekumpulan kejahatan yang sifatnya menimbulkan bahaya bagi ketertiban umum dan ketentraman umum .
Keputusan pembentuk undang-undang untuk mengatur sejumlah kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi integritas kelangsungan dan keamanan negara berikut fungsi dan alat-alat perlengkapannya di dalam buku II Bab V KUHP adalah sudah tepat, dengan alasan bahwa masyarakat atau negara tidak akan dapat tetap berdiri jika di dalamnya terdapat suatu ketertiban dan ketentraman

B. Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum Beserta Unsurnya
1. Penodaan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, dan Lambang Negara
Setiap orang yang menodai Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, atau Lambang Negara, negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Pasal 283.
2. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah
Hal ini sesuai yang telah tercantum dalam pasal 154 yang menyatakan bahwasanya,“ Barang Siapa yang menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”
Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:
1. Di depan umum (in het openbaar) hal ini merupakan keadaan yang membuat pelaku dipidana (strafbepalende omstandegheid), sehingga bila si pelaku melakukannya tidak di depan umum, maka tidak terkena pidana. Dengan adanya syarat “di depan umum”itu, kiranya perlu diketahui bahwa perbuatan yang terlarang dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154 KUHP itu tidak perlu dilakukan oleh pelaku di tempat umum (tempat yang didatangi oleh setiap orang) melainkan cukup jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya didengar oleh publik.
Bila perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum, akan tetapi ternyata tidak di dengar oleh publik misalnya dilakukan dengan berbisik, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur “di depan umum”, sehingga pelaku tidak dapat dipersalahkan telah melanggar larangan yang diatur dalam pasal 154 KUHP tersebut .
2. Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan, menunjukkan dan menjelaskan yang dapat dilakukan dengan mengucapkan lisan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan ) dengan:
a. permusuhan (vijandscahp);
b. kebencian (haat);
c. merendahkan (minachting).
3. Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia) .
Pasal 154a, merupakan lanjutan dari ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 154, oleh karena itu, perbuatan menodai bendera kebangsaan atau lambang negara RI, dikenai pidana penjara paling lama empat tahun atau denda tiga ribu rupiah.
Adapun Pasal 155 merupakan lanjutan dari Pasal 154 dengan melarang: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan, sehingga kelihatan oleh umum, tulisan atau gambar yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan tehadap Pemerintah Indonesia. Adapun maksimum hukumannya lebih ringan, yaitu empat tahun enam bulan atau denda tiga ratus rupiah. Sehingga mempunyai akibat tidak leluasanya pers Indonesia mengkritik pemerintahan Indonesia.
Unsur-unsur yang terkandung adalah:
1. Unsur Obyektif: Menyebarluaskan, mempertunjukkan secara terbuka, menempelkan secara terbuka, suatu tulisan, suatu gambar
2. Unsur Subyektif: Dengan maksud agar tulisan atau gambar itu isinya diketahui oleh orang banyak atau diketahui secara lebih luas lagi oleh orang banyak.
Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan tetap, maka dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. (Ps. 155 ayat 2).
3. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu
Sebagaimana dimuat dalam pasal 156, yang menyatakan di muka umum dengan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau golongan penduduk Indonesia.
Yang dimaksud dengan golongan dalam pasal ini dan berikutnya adalah, setiap dari bagian penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan dengan satu atau beberapa bagian lainnya dari penduduk berdasarkan suku, daerah (afkomst), agama (goldsdienst), asal-usul (herkomst), keturunan (afstamming), kebangsaan (nationaliteit) atau kedudukan menurut hukum ketatanegaraan (staatsrechttelijken toestand).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur Obyektif, yaitu:
1. di depan umum;
2. menyatakan atau memberikan pernyataan;
3. mengenai perasaan permusuhan, kebencian (undang-undang tidak menjelaskan mengenai perasaan yang dimaksud, dan agaknya telah diberikan kepada para hakim untuk memberikan interpretasi mengenai hal itu secara bebas);
4. merendahkan; terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia.
Walaupun Undang-undang tidak mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan (opzet), kiranya sudah cukup jelas kalau tindak-tindak pidana tersebut harus dilakukan dengan sengaja.
Sedangkan ketentuan yang pidana yang diatur dalam pasal 156a ini pada dasarnya melarang orang:
1. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
Yang mempunyai unsur:
a. Subyektif : dengan sengaja
b. Obyektif: di depan umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia.
2. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan di depan umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 157 merupakan lanjutan dari pasal 156, seperti pasal 155 yang merupakan lanjutan dari pasal 154.
4. Menghasut di muka umum
Barang siapa di depan umum, dengan lisan atau denga tulisan menghasut orang untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan sesuatu ketidaktaatan lainnya, baik terhadap suatu peraturan undang-undang, maupun perintah jabatan yang telah diberikan berdasarkan suatu peraturan undang-undang. (Ps. 160).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: mengahsut, dengan lisan atau tulisan, di depan umum, untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan tindak kekerasan terhadapa kekauasaan umum, melakukan suatu ketidaktaan terhadap peraturan undang-undang maupun suatu perintah jabatan sesuai dengan undang-undang.
5. Menawarkan bantuan untuk melakukan tindak pidana
Barang siapa di depan umum menawarkan, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, pemberian keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan sesuatu tindak pidana. (Ps. 162).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu: menawarkan dengan lisan atau dengan tulisan, memberikan keterangan-keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan suatu tindak pidana, di depan umum.
Perbuatan menawarkan dengan lisan atau tulisan di depan umum tidak berarti selalu dilakukan di suatu tempat umum, melainkan cukup dengan tawaran yang diucapkan dengan lisan itu dapat di dengar oleh publik, atau tawaran dengan tulisan telah dilakukan dengan sedemikan rupa, hingga setiap orang yang ingin membaca tulisan tersebut dapat membacanya.
6. Pembujukan (Uitlokking) yang gagal
Pasal 163bis memuat suatu tindak pidana yang dimaksudkan membujuk untuk melakukan tindakan pidana, tetapi tindakan pembujukan ini gagal, karena tindak pidana itu kemudian tidak terjadi. Diancam dengan hukuman maksimum penjara enam tahun, dengan pngertian, bahwasanya tidak akan dijatuhi hukuman lebih berat daripada percobaan untuk pidana yang bersangkutan, atau apabila percobaan (poging) ini tidak dikenai hukuman, tidak akan lebih berat daripada hukuman yang diancamkan kepada tindak pidana yang bersangkutan. Menurut ayat 2, peraturan ayat 1 tidak berlaku, jika tindak pidana itu atau percobaan yang dapat dihukum tidak terjadi karena hal yang bergantung pada kemauan si pelaku.
7. Tidak melaporkan akan adanya tindak pidana tertentu
Hal ini telah ditentukan pasal 164 dan 165
pasal 164:
“barang siapa mengetahui tentang adanya suatu pemufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan, seperti yang dimaksudkan dalam pasal 104,107,108,113,115,124,187, dan 187bis KUHP, sedang dilakukannya kejahatan tersebut pada waktu itu masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memberitahukan secukupnya tentang hal tersebut kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam, maka jika kejahatan itu kemudian benar-benar terjadi, dipidana dengan penjara paling selama-lamanya satu tahun dan empat minggu atau dengan pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah ”
Unsur pasal 164:
a. Subyektif: mengetahui adanya pemufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan yang dimaksud dalam pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187,dan 187bis, dan sengaja
b. Obyektif: tidak memberitahukan tentang hal tersebut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam.
Unsur pasal 165 (1)
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang maksud untuk melakukan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 104, 106,107, 108, 110-113, 115-129, dan pasal 131, disertai dalam keadaan perang, pengkhianatan secara militer (yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer menurut KUHPMiliter), pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu, penculikan, pemerkosaan, kejahatan yang diatur dalam Bab VII sejauh kejahatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa, salah satu kejahatan dalam pasal 224-228,dan 250, dan salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 264 dan 275.
b. Obyektif tidak memberitahukan tentang hal tersbut pada waktunya dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian ataupun kepada orang yang terancam, dan pada saat di mana pelaksanaan dari kejahatan tersebut masih dapat dicegah.
Unsur pasal 165 (2)
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang telah dilakukannya suatu kejahatan dalam pasal (1).
b. Tidak melakukan pemberitahuan yang sama, pada saat dimana akibat-akibatnya masih dapat dicegah.
Mengenai kata “ kejahatan yang telah dilakukan”, harus dihubungkan dengan jenis kejahatan yang bersangkutan, apakah kejahatan itu merupakan “kejahatan formal” atau “kejahatan materiil” keamudian dihubungkan dengan kehendak undang-undang yang mengatakan bahwa pemberitahuan itu harus dilakukan “pada saat dimana akibatnya masih dapat dicegah”
8. Merusak keamanan di rumah (Huisvrede-Breuk)
Tindak pidana memasuki sebuah rumah atau sebuah ruangan yang tertutup atau yang dipakai oleh orang lain secara melawan hukum (dapat diartikan tanpa wewenang dan tanpa hak ) yang telah diatur dalam pasal 167. Hal yang diatur di dalamnya sebenarnya hanya satu tindak pidana, yaitu gangguan terhadap kebebasan bertempat tinggal (huisvredebruk). Karena gangguan yang diterapkan dalam pasal tersebut, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, maka undang-undang juga telah memberikan akibat-akibat hukum yang berbeda bagi pelakunya.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 167 (1), hanya terdiri dari unsur obyektif, yaitu melawan hukum, memasuki dengan paksa, ke dalam suatu tempat tinggal (tempat tinggal yang diperuntukkan dan disusun sebagai tempat tinggal, hingga termasuk di dalamnya kendaraan yang dipakai atau diperuntukkan sebgai tempat tinggal ), ruangan atau halaman tertutup, yang dipakai orang lain, berada di sana, tidak segera pergi setelah ada permintaan dari atau atas nama orang yang berhak.
Namun tidak dapat disangkal bahwa kata “memasuki dengan paksa” harus dilakukan dengan sengaja.
Sedangkan pasal 167 (2), menyebutkan beberapa peristiwa yang dapat disamakan dengan perbuatan “memasuki dengan paksa” sebuah tempat tinggal, ruangan, atau halaman tertutup yang dipakai oleh orang lain, yakni:
a. memasuki dengan melakukan pembongkaran atau pemanjatan
b. memasuki dengan kunci palsu
c. memasuki dengan memakai perintah atau seragam palsu
d. diketahui berada di sana pada malam hari, tanpa sepengetahuan terlebih dahulu dari orang yang berhak, dan keberadaannya bukan sebagai akibat dari kekeliruannya.
9. Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst)
Pasal 168, memuat suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang dipakai untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang berkuasa di situ.
Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah yaitu:
Pasal 304
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam cantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.
(2) Dianggap masuk dengan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang masuk dengan merusak, memanjat, atau dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian dinas palsu, atau yang dengan tidak setahu lebih dahulu pejabat yang berwenang serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di dalam tempat tersebut pada malam hari.
(3) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.
10. Turut serta dalam perkumpulan terlarang
Pasal 169, memuat suatu tindak pidana:
Ke-1: turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan kejahatan. Perkumpulan dalam pengertian ini adalah, perkumpulan yang terlarang oleh suatu peraturan umum, dan perkumpulan yang punya maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan, seperti pencurian, pencopetan, atau penyelundupan barang-barang ekspor dan impor.
Ke-2: turut serta dalam suatu perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan pelanggaran.
Yang dimaksud turut serta, menurut Prof. Noyon-Langemeijer, yakni: masuk sebagai anggota, memberi sumbangan, melakukan propaganda, dan atas permintaaan berbicara dalam pertemuan (menghadiri saja tidak masuk dalam pengertiannya) .
Ke-3: yang diatur dalam pasal 169 (3), merupakan keadaan yang memberatkan pidana. Adapun keadaan yang dimaksud adalah, keadaan pribadi pelaku sebagai pendiri dan pengurus perkumpulan yang dimaksudkan dalam pasal 169 KUHP.
11. Bersama-sama melakukan kekerasan secara terang-terangan terhadap orang atau barang
Sesuai dengan pasal 170 KUHP, yang menggunakan kata kekerasan sebagai obyek tujuan, bukan sarana untuk tujuan lain. Maka, tidak perlu ada akibat tertentu akibat alasan.
Adapun yang dimaksud seacara terang-terangan dalam hal ini, adalah tidak secara bersembunyi
12. Menggangu ketentraman
Pasal 172, menyebutkan, bahwa barang siapa dengan sengaja mengganggu kesejahteraan dengan mengeluarkan teriakan-teriakan atau tanda-tanda palsu, dapat mengakibatkan ancaman tindak pidana sesuai dengan yang diatur dalam pasal ini.
13. Mengganggu dan merintangi rapat umum, upacara agama dan upacara penguburan jenazah
Hal ini, sesuai dengan undang-undang yang telah diatur dalam pasal 173 (dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi rapat umum yang diizinkan, 174 ( sengaja mengganggu rapat umum yang dizinkan dengan jalan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh), 175 (kekerasan atau ancaman merintangi pertemuan agama yang bersifat umum, upacara agama dan jenazah), 176 (sengaja mengganggu agama yang bersifat umum, upacara agama dan jenazah).
14. Penguasaan dan Memasukkan atau Mengeluarkan ke atau dari Indonesia
Senjata Api, Amunisi, Bahan Peledak, dan Senjata Lain
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata api, amunisi dan/atau bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya, gas air mata, dan peluru karet, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 294
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan, memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata pemukul, penikam, atau penusuk, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. Pasal 295
15. Penyadapan
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan alat bantu teknis mendengar pembicaraan yang berlangsung di dalam atau di luar rumah, ruangan atau halaman tertutup, atau yang berlangsung melalui telepon padahal bukan menjadi peserta pembicaraan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 300
Setiap orang yang secara melawan hukum memasang alat bantu teknis pada suatu tempat tertentu dengan tujuan agar dengan alat tersebut dapat mendengar atau merekam statu pembicaraan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 301
Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang diketahui atau patut diduga memuat hasil pembicaraan yang diperoleh dengan mendengar atau merekam, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II. Pasal 302
Pasal 303 menjelaskan, Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, setiap orang yang :
a. mempergunakan kesempatan yang diperoleh dengan tipu muslihat, merekam gambar dengan mempergunakan alat bantu teknis seorang atau lebih yang berada di dalam suatu rumah atau ruangan yang tidak terbuka untuk umum sehingga merugikan kepentingan hukum orang tersebut;
b. memiliki gambar yang diketahui atau patut diduga diperoleh melalui perbuatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
c. menyiarkan gambar sebagaimana dimaksud pada huruf b.
16. Gangguan terhadap Benih dan Tanaman
Setiap orang yang tanpa wewenang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 323
(1) Setiap orang yang tanpa wewenang, membiarkan ternaknya berjalan di kebun, tanah perumputan, tanah yang ditaburi benih atau penanaman, tanah yang disiapkan untuk ditaburi benih, ditanami, atau yang hasilnya belum diangkut, milik orang lain atau yang oleh pemiliknya dengan secara jelas dinyatakan dilarang untuk dimasuki, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I.
(2) Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirampas. Pasal 324
Setiap orang yang tanpa wewenang, berjalan atau berkendaraan di atas tanah pembenihan, penanaman atau yang disiapkan untuk itu, yang merupakan milik orang lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. Pasal 325
17. Tindak pidana mengenai kuburan atau mayat
Dalam hal ini, dijelaskan oleh pasal 178-181, disebutkan, bahwa:
1. seseorang sengaja menghalang-halangi atau merintangi jalan masuk ke dalam kuburan (178)
2. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum merusak suatu makam atau suatu tanda peringatan di atas suatu kuburan
3. dengan sengaja dan dengan melanggar hukum mengeluarkan mayat dari kuburan atau mengambil, memindahkan, atau mengangkut mayat yang sudah dikeluarkan dari kuburan
4. mengubur, menyembunyikan, membawa pergi, atau meghilangkan mayat dengan maksud akan menyembunyikan matinya atau lahirnya orang itu.
Menurut Noyon-Langermeyer, tidak lagi ada mayat apabila ada tubuh seseorang yang meninggal sudah tidak berupa manusia, jadi sudah menjadi kerangka (garaamte). Sedangkan mumi, terdapat perbedaan pendapat antara Noyon dan Langermeyer. Menurut Noyon, mumi adalah mayat, seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal tersebut. Sedangkan Langermeyer membuka kemungkinan bahwa mumi tidak merupakan mayat dalam pandangan suatu masyarakat modern.

C. PELANGGARAN MENGENAI KETERTIBAN UMUM
Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-macam sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel lain dari KUHP.
Bentuk-bentuk
a. Membuat ingar atau gaduh
Dalam pasal 503 adanya larangan:
1. Membuat ingar atau gaduh diantara orang-orang tetangga (rumoer of buren geructh), yang mengakibatkan dapat terganggunya ketenteraman malam (nachrust).
2. Membuat ingar di dekat rumah ibadat atau gedung pengadilan pada waktu dilakukan ibadat atau pemeriksaan perkara.
Yang dimaksud dengan ingar adalah membuat ramai di dalam rumah, sehingga orang-orang tetangga terdekat terganggu dalam ketentraman malam. Sedangkan gaduh diantara tetangga adalah membuat geger diantara agak banyak tetangga dalam suatu kelompok rumah. Akan tetapi ukuran jam berapa ketentraman malam berlangsung, menurut keadaan setempat.
b. Mengemis di tempat umum (Ps 504),
c. Mengembara dengan tidak mempunyai pencaharian atau gelandangan (505)
d. Mengambil untuk dari perbuatan cabul seorang wanita sebagai pekerjaan sehari-hari (ps. 506).
e. Memakai gelar palsu, tanda pengenal palsu, nama palsu, memakai pakaian seragam tanpa hak. (507,508, dan 508bis)
f. Mengadakan akad gadai secara gelap untuk barang-barang di bawah harga seratus rupiah itu dilarang (509).
g. Mengadakan pesta, keramaian umum, pawai tanpa izin yang berkuasa (510, 511).
h. Melakukan suatu pekerjaan tanpa surat izin pemerintah (512, 512a)
i. Memakai barang orang lain tanpa hak (513)
j. Kewajiban pemberitahuan kepada yang berkuasa bagi orang yang pindah ke daerah lain (515).
k. Melakukan perhotelan gelap (516)
l. Transaksi pakaian seragam prajurit (517)
m. Larangan barang cetakan, logam beredar didalam negeri

D. Perang Tanding
Perang tanding disebut juga dengan duel atau perkelahian satu lawan satu. Adapun pengertian umum perang tanding adalah perkelahian dua orang dengan teratur, dengan tantangan lebih dahulu, sedangkan tempat, senjata yang dipakai, siapa saksi-saksinya ditetapkan pula.
Akan tetapi dalam peraturan KUHP ini, dipandang tidak perlu, berdasarkan pasal V undang-undang 1946 no. 1, yaitu:
Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan RI sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku .

E. SANKSI PIDANA

NO BENTUK KEJAHATAN PASAL SANKSI
1 - Pernyataan perasaan tak baik pada pemerintah
- Menodai bendera kebangsaan RI
- Menyiarkan, mempertunjukkan dst. Perasaan tak baik pada pemerintah
- Melakukan pada waktu menjalankan pencarian 154

154a
155 (1)
155 (2) 7 th/ Rp.300,-

4 th/Rp.300,-
4 th 6 bln/ Rp.300,-
dilarang melakukan pencarian
2 - Menyatakan perasaan tak baik pada golongan tertentu
- Dengan sengaja di muka umum mengeluatkan perasaan / melakukan perbuatan
- Menyiarkan, mempertunjukkan dst. Perasaan tak baik pada golongan tertentu
- Melakukan pada waktu menjalankan pencarian
156


156a

157 (1)

157 (2)
4 th/Rp.300,-


5 th

2 th 6 bln/ Rp.300,-

sama di atas
3 - Mengahsut di muka umum
- Menyiarkan, mempertunjukkan dst agar diketahui umum
- Pada waktu melakukan pencarian 160
160 (1)

160 (2) 6 th/Rp.300,-
4 th/ Rp. 300,-

sama di atas
4 - Menawarkan bantuan utk melakukan tindak pidana
- Menyiarkan, mempertunjukkan dst.
- Melakukan pada waktu menjalankan pencarian 162

163 (1)

163 (2) 9 bln/ Rp. 300,-

4 bln/ Rp. 300,-

sama di atas
5 Pembujukan yang gagal 163 bis 6 th
6 Tidak melaporkan akan adanya tindak pidana tertentu 164 9 bln/ Rp. 300,-
7 - Merusak keamanan di rumah
- Dengan mengeluarkan ancaman/ sarana yg menakutkan orang
- Lebih dari 2 org 167 (1)

167 (3)
167 (4) 9 bln/ Rp. 300,-

1 th 4 bln
ditambah 1/3
8 - Merusak keamanan dinas umum

- Dengan mengeluarkan ancaman/ sarana yg menakutkan orang
- Lebih dari 2 org 168 (1)

168 (3)

168 (4) 4 bl 2 mg/ Rp. 300,-
1 th 4 bln

tambah 1/3
9 - Turut serta perkumpulan terlarang:
a. tujuan kejahatan
b. tujuan pelanggaran
c. pendiri/pengurus
169 (1)
169 (2)
169 (3)
4 th
9 bln/Rp 300,-
tambah 1/3
10 - bersama melakukan kekerasan terang2an pada orang/ barang
- senagaja mengahancurkan barang & mengakibatkan luka-luka
- luka berat
- mati orang
170 (1)

170 (2)-1
170 (2)-2
170 (2)-3
5 th 6 bln

7 th
9 th
12 th
11 mengganggu ketentraman dg teriakan/ tanda bahaya palsu 172 3 mggu/ Rp 60,-
12 - mengganggu rapat umum/ peretemuan agama
- dg menimbulkan kekacauan/gaduh
- dg kekerasa/ancaman kekerasan utk merintangi pertemuan umum, upacara agama, penguburan jenazah yg dizinkan
- sengaja mengganggu pertemuan umum, dst. 173

174

175


176 1 th

3 mggu/ Rp 60,-

1th 4 bln

1 bln 2 mgg/ Rp. 120,-
13 - menertawakan pegawai agama dlm menjalankan jabatan/menghina benda2 utk ibadah 177
4 bln 2 mgg/ Rp. 120,-
14 - menghalangi jalan masuk / angkut jenazah ke kuburan dg izin
- menodai kuburan, menghancurkan, dan merusak tanda kuburan
- menggali, mengambil jenazah
- mengubur jenazah, menyembunyikan kematian/kelahiran seseorang 178


179
180 1 bln 2 mgg/ Rp. 120,-

1 th 4 bln
1 th 4 bln/ Rp. 300,-
9 bln/Rp. 300,-
NO BENTUK PELANGGARAN PASAL SANKSI
1 Berbuat ingar/ gaduh 503 3 hr/Rp. 15,-
2 - Mengemis di muka umum
- Dilakukan oleh 2 orang/ lebih 504 (1)
504 (2) 6 minggu
4 bln
3 Mucikari 506 6 bln
4 - Memakai gelar/ kehormatan tanpa izin, tanda kehormatan, pangkat, derajat asing, nama palsu
- Nama, tanda jasa palsu sesuai UU
- Pakaian pejabat palsu 507


508
508 bis Rp. 150,-


1 bln /Rp. 300,-
1 bln /Rp. 300,-
5 Penggadaian gelap barang di bawah Rp. 100,- 509 3 bln/Rp. 1000,-
6 - Pesta, keramaian umum, dan arak-arakan di jalam umum tanpa izin
- Demonstrasi, yg anargis (bersalah) 510 (1)

510 (2) Rp. 25,-

2 mgg/Rp. 150,-
7 Waktu pesta dst. Tidak taat perintah yg berwajib 511 Rp. 25,-
8 - Melakukan pencaharian tanpa izin yg seharusnya ada izin
- Melakukan pencaharian dg izin tapi melampaui batas ketentuan
- Pelanggaran belum lewat 2 th, ditambah sanksi
- Pekerjaan dokter/dokter gigi tanpa izin dalam keadaan tidak terpaksa
512 (1)

512 (2)

512 (3)

512a Rp. 300,-

Rp. 150,-

(1) 2 bln, (2) 1 bln
2 bln/ Rp. 10.000,-
9 - Pemakaian barang milik orang lain tanpa izin
- Pesuru, kuli, dll, tidak mengambalikan /menyampaikan brg pada semestinya 513


514 6 hr/Rp. 25,-


6 hr/Rp. 25,-
10 Pindah kediaman tanpa pemberitahuan pada yang berwenang 515 6 hr/Rp. 15,-
11 - Perhotelan gelap
- Belum lewat 2 th sejak adanya pemidanaan tetap 516 (1)

516 (2) Rp. 25,-

6 bln
12 - Melakukan transaksi pakaian seragam dan sebagianya dari prajurit tanpa izin atau atas nama perwira, serta menajdikan kebiasaan/pencarian membeli brg tsb.
- Belum lewat 2 th sejak adanya pemidanaan tetap
517 (1)
517 (2)
Rp. 150.000,
-Dilipatgandakan
-Memberikan barang kepada orang hukuman tanpa berwenang 518 6 hr/Rp. 25,-
-Menjual, menjual, memasukkan dari luar negeri barang cetakan, logam yang menyamai uang kertas/ uang logam 519 Rp 300,-


PENUTUP

Kejahatan terhadap Ketertiban Umum menurut Surat Penjelasan dari Rancangan KUHP Belanda tidak langsung mengenai keamanan negara atau tindakan-tindakan alat-alat negara, dan tidak mengenai tubuh atau barang milik orang-orang tertentu, seperti pencurian, penipuan, dan sebagainya, tetapi merupakan bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menggangu tata tertib masyarakat . Sedangkan Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam M.v.T (Memory Van Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke leven) dan yang dapat menimbulkan bagi ketertiban alamiah di dalam masyarakat (‘de natuurlijke orde der maatschappij). Adapun kejahatan yang diatur dalam Buku II Bab V bukanlah kejahatan yang secara langsung ditujukan terhadap:
a. Keamanan negara;
b. Tindakan-tindakan dari alat perlengkapannya atau
c. Tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu


DAFTAR PUSTAKA

- Langeimeijer, Noyon,Prof,Mr.T.J-Prof Mr.G.E, Het Wetboek Van Strafrecht, N.V. Uitgeversmaatschappij W.E.J Tjeenk (Willink: Zwolle, 1959)
- Bemmelen, Prof.Mr J.M. Van, Hand en Leerboek van het Nederlandse strafrecht I , S. Gouda Quint- D.Brouwer en Zoon, Arnehem, (Martinus Nijhoff,’s Gravenhage,1953)
- Hattum, Prof. Mr W.F.C., Van,Handen Leerboekvan het Nederlans Strafrecht 2 S. Gouda Quint-D.(Brouwer en Zoon: Arnhem,1954)
- Simons, Prof. Mr D. Leerboek van het Nederlands Straftrecht, Eerste, Zesde Druk, P.Nordhoff N.V.,(Groningen: Batavia,1937)
- Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya,(Bogor: Politeia, 1995)
- Projodikoro, Wirjono, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003)
- Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986)
- Moeljatno, KUHP, (Bumi Aksara,1996)
- Haeringen, DR C.B.Van, Kremers` Nederlans Woordenboek, G.B. van Goor Zonen’s Uitgevermatchschappij N.V., (‘sGravenhage- Jakarta,1950)
- Hazewinkel-Suringa, Mr,Inleiding tot de studie van het Nederlandse Strafrecht, de erven F. Bohn, (Harleem, Gebr. Belifante, s’Gravenhage, 1927)